Puisi yang kau genggam berjatuhan di jalan.
Di genangan air hujan pertama di bulan kemerdekaan.
Ada perih yang tajam merobek ulu hati membekas menjadi jalan panjang yang teramat luas.
Air mata telah habis di pakai menangis selama hidup berjuang di titik darah penghabisan.
Di sebuah tempat yang dulu sempat kamu merangkak meninggalkan anak istri demi bisa menembak.
Suara-suara mesiu dan jantung berdetak tak dapat lagi terelak terdengar hingga tak ada lagi kata selain terus bergerak.
Oh tanah air bangsa yang subur, oh udara yang ku hirup ke dalam tubuh menjadi saksi bahwasanya tak akan luntur.
Cinta sejati ku kepada negeri ini yang makmur.
Bagiku jiwa raga ini hanya milikmu, tumpah darahku meski ku tak dapat lagi temukan keluargaku.
Aku tertegun sekilas dalam bayangan yang penuh cemas saat-saat long march dari kota ke kota menjebak musuh.
Menjaga wibawa dan marwah bangsa dari belenggu.