Tahun ini pun aku tidak pulang bu, aku harap ibu bisa mengerti tentang apa yang tengah terjadi.Â
Jangan tanyakan tentang rindu, anakmu telah perih menahannya dari tahun lalu sungguh bukan kuasa kita dan memang kita tak pernah berkuasa atas segala sesuatu, apapun itu.Â
SegalaNya milik Allah dan Dia yang paling berkuasa atas segalanya.
Yang penting ibu sehat dan tolong sebisa mungkin hindari kerumunan, aku tahu ibu tak akan betah di rumah seharian tapi sebaiknya jaga jarak bila ada urusan pergi ke luar.Â
Puasa tahun ini lebih berat dari sebelumnya sebab aku merasakan kawan-kawan dekat terdahulu yang biasa menemani pekerjaanku telah wafat, pandemi ini entah kapan tamat.Â
Bangsal rumah sakit nampak mengambang, orang-orang dengan selang oksigen di hidung di bawa dengan kereta berjalan menuju ruang darurat. Bingung, semuanya bingung, kamar penuh terisi dengan kebingungan dan kematian menghampiri dengan cekatan.Â
Di sini semua pakai masker, tutup kepala hingga seluruh badan. Perempuan tua jatuh pingsan, suaminya lenyap di balik pintu ICU tanpa bisa ia lihat wajah terakhir kekasihnya itu.Â
Bayi-bayi lahir di tengah kecemasan, ibu-ibu muda penuh ASI tak mempunyai tempat menyusui. Malaikat Izrail nampak tenang menunggu di depan pintu rumah sakit dekat mobil ambulance, tangannya begitu cekatan mencabuti nyawa-nyawa bagai mencabuti bulu-bulu angsa.
Belum berhenti, belum berhenti, masih terus mencabuti, belum berhenti, belum berhenti, belum ada utusan perintah untuk berhenti.Â
Sementara Tuhan tengah duduk melemaskan kaki, dunia tengah meringkuk di hajar pandemi.