Apakah kamu pernah berdoa untuk puisi-puisi yang telah kamu ciptakan?
Lantas, doa seperti apa yang kamu bacakan?
Sementara waktu, ketika mereka meregang tanya tentang mengapa harus ada.Â
Apakah kamu membiarkan mereka larut menunggu jawabanmu yang sebenarnya tak pernah ada? Â
Aku, kamu bahkan kita yang terlanjur menulis puisi dan melahirkannya.
Apakah pernah berniat untuk melupakannya dan melepaskan mereka terlunta-lunta, tanpa doa?
Puisi itu nakal, puisi itu seringkali membuat gaduh, susah di atur dan terlalu bebal bahkan sering bercinta di remang kesunyian tanpa kesopanan.
Maklumlah, ia lahir dari kegelisahan jiwa dan kesunyian hati.
Dan di akhir kata aku ingin berdoa semoga puisi-puisiku di selamatkan dari marabahaya kata-kata, tanpa makna, tanpa jiwa.
Serta terhindar dari isi propaganda-propaganda pemberontakan sebab bisa-bisa si penulisnya di penjara atau di culik lalu di bunuh.