Aku tertunduk lesu ketika ku tahu bahwa penyerangan di pos mabes polri adalah seorang wanita yang belum saja lurus kepak sayapnya.
Seorang wanita yang mestinya mengharumkan nama keluarga dan juga negaranya.
Jalannya masih teramat jauh, mimpinya baru saja di bangun dari tempat tidur namun entah mengapa begitu nekat untuk sekedar tampil di muka dengan air softgun di tangannya.Â
Menyerang yang bukan tandingannya.
Coba bayangkan, pikirannya telah jauh menyerobot usia-usia perempuan sebayanya, keyakinannya begitu kuat dengan tafsir agama yang di pelajarinya, entah dari mana, entah dengan siapa, entah bagaimana hingga kebencian begitu mendarah daging terhadap mereka yang beda sepemahaman.
Dan juga terhadap sistem negara yang tidak sesuai dengan tafsirannya, bagi mereka itu kafir, itu thoghut, haram mesti di binasakan.Â
"Tuhan" dan "agama" menjadi alat yang utuh dan praktis untuk saling menyerang, dan di luar sana masih ada Zakiah yang lain menunggu datang menghadang kita di tempat yang tak pernah terduga.
Sepertinya itulah pesan besar yang di tinggalkan olehnya selain surat wasiat untuk kedua orang tuanya.
Di sini negara harus hadir, mesti sigap mencegahnya sebab di tempat lain seperti Suriah dan Irak anak-anak remajalah yang tampil meledakkan dirinya atas nama agama. Dan Zakiah sebuah bukti nyata bahwasanya anak-anak remaja Indonesia telah terdoktrin oleh hal-hal yang menyesatkan.