Akulah puisimu, menggenggam tunggu dari jendela rumah tua di Jakarta.
Pada gerimis dan kursi kosong, ketakutan manusia meninggalkan malam menjadi distorsi catatan perjalanan.
Cerita yang tak pernah usai, kebosanan, cinta terdahulu, penyesalan.
Namun kamu tidak sendiri, ku yakin kau tahu perihal menemukan, laut di atas langit, pecah dan patah, kisah kasih dan mimpi indah.
Penghargaan terbesar untuk dirimu tentang sayap-sayap yang terkembang, menyambut perjalanan ke dunia sana.
Melawan diri membuka rahasia daun yang gugur, namamu akan di tuliskan pada takdir langit dan jangan pernah menyerah.
Maaf bila aku tak sempurna, tentang lelah aku bercerita seperti yang sudah-sudah karena kalian adalah teman bertukar cangkir.
Dan aku benci menyanyikan senandung lagu selamat tinggal kepada kalian yang telah ziarah kubur kepada puisiku yang rebah.
Teruslah menulis puisi kawan, aku merindukan puisi-puisi indah kalian, kalian sangat menginspirasi.
Handy Pranowo
27032021
Kebayoran Lama
Terimakasih sebelumnya maaf saya telah lancang menggunakan judul-judul puisi kalian.
Santoso Mahargono, Zaldy Chan, Ayah Tuah, Syahrul Chelsky, Ozy V. Alandika, Malik Ibnu Zaman, Fatmi Sunarya, Tutut Setyorinie, Novaldi Araska, Juandi manullang, Kang Win, Uki Murdiyati, Andi M. Awaludin, Mayangthika, Rofidah Nur F, Gregorius Nggadung, Bambang Syairudin, Lutfi Madura, Ali arief, Dwi Pakpahan, Beni saputra, Ari Budiyanti, Tri Budhi Sastrio, Weni Fajrina, Ria Mi, Ali Musri Syam, Sri Emelda.Mi, Zumhur Hidayat, Piccolo, Pical Gadi, Feliciano K Silla.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H