Aku ingin belajar melupakanmu setelah aku menemukan dirimu yang sebenarnya.
Dan aku tak bisa mencegah dirimu pergi meskipun langkahmu lamban menjejak di jalan yang sering kita lewati.
Matamu sembab karena menangis, bayanganmu jatuh bersama gerimis.
Ijinkanlah aku mengantarkanmu pergi ke gerbang ingatan yang selama ini kita coba kosongkan agar hanya udara pagi yang dapat mengisinya.
Aku pernah menjadi cuaca bagimu dan kamu pernah menjadi pelangi untukku dan kita pernah menjadi semesta keindahan meski akhirnya sia-sia.
Keindahan itu tak akan ada lagi setelah ini kecuali partikel-partikel kecil bekas bibir ku dan bibir mu yang menempel di seluruh tubuh.
Jangan kau tanyakan padaku bagaimana cara menghapusnya sebab aku lebih suka menyimpannya sampai ia karatan dan hilang wanginya.
Pergilah sebelum keinginanmu berubah, di luar sana banyak jalan, mungkin kamu butuh pelukan lebih erat atau kecupan yang paling dahsyat.
Aku tetap di sini, seperti biasa menulis puisi tentang kalimat-kalimat cinta yang pernah hilang sebelum waktunya matang.
Tentang sebuah perahu yang telah jauh di dayung seseorang namun tak sampai pula ia di daratan.
Dan tentang satu bintang yang ingin terus bersinar meski ia telah hancur luluh berantakan.
Pergilah sayang, pergilah, aku tak akan memanggilmu kembali sebab telah ku putuskan menjadi lelaki yang setia.
Mencintaimu selamanya.
Handy Pranowo
20032021