Aku melihat waktu tergelincir ketika hujan berakhir membuka tabir kegelapan, angin dengungkan nyanyian kumbang malam di kejauhan, persis menyerupai suara adzan.Â
Menggemalah kesunyian mengajak ku larut sejenak dalam kehampaan antara ada dan tiada namun bagiNya segala sesuatu mustahil tak tercipta.
Lalu langit menyerap doa-doa dan dosa, dan aku bertanya apa artinya hidup di dunia?
Di kejauhan kabut merambat ke dalam cahaya meliputi pula ke dalam jiwaku yang fana, jubah kematian, lingkar kehidupan, detak jantungku, suara nafasku, akankah menjadi sebuah perhitungan di masa depan.
Tuhan aku ingin memelukmu, tubuhku menggigil dan kaku.
Sungguh aku galau, sungguh aku bingung barangkali karena diriku yang tak pernah paham apa arti sujud hingga duri-duri dosa masih sering tertancap di sekujur tubuh.
Umur semakin menua dan tak dapat ku sembunyikan wajahku yang semakin keriput dan pada akhirnya ketika kepastian itu datang bekalku hanya sejumput, sungguh aku malu menghadap wajahMu.
Handy Pranowo
09032021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H