Adakalanya aku harus berputar melawan arah, menyeberangi arus sungai yang dingin melawan deru angin malam yang hening.
Dan kubiarkan diriku terlempar jauh dari jalan harapan yang bising di mana puisi-puisiku pernah lahir sungsang dan mati di kesunyian malam.
Jiwaku terpasung dalam luka lama yang membuatku berpikir apakah seharusnya aku mati saja dan membiarkan bunga-bunga duka tumbuh di atas kepala.
Toh tak ada satu pun yang bisa mengerti selain diriku dan sebuah cuaca yang kerap kali memberitakan perihal pagi yang wajahnya penuh kabut dan di selimuti misteri.
Sialnya, aku sering terlambat mengatakan cintaku kepadanya hingga matahari berubah warna dan pagi meninggalkanku dalam selimut mimpi buruk, ia mentertawakan keinginanku yang paling muluk.
Dan kini aku harus beranjak mencari jalan yang benar-benar bisa aku pijak, aku ingin mencintai diriku sepenuhnya seperti hari Minggu yang mencintai doa-doa dalam gereja.
Begitu tulus dan mempesona.
Handy Pranowo
01032021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H