Di bulan Oktober ini aku adalah kemarau yang menghujani dirimu dengan debu-debu. Merayakan kepergianmu di waktu yang sebelumnya tak pernah ku tahu kapan di mulainya perasaan rindu kepadamu.
Kau ingat bukan, saat pertama kali kita bertemu dan berkenalan, di sebuah stasiun kereta ketika senja menunjuk arah berpisah dan kau biarkan diriku terus berbicara tentang sajak yang terselip di balik bibirmu yang merah merona.
Katamu aku seperti seseorang yang pernah kau tinggalkan di persimpangan dengan air mata penuh di tangan. Dan kau memutuskan terus berjalan sambil melepaskan tumpukan harapan yang terlanjur kau susun dengan jarak panjang penuh lipatan.
Kau sangat benci mengingat hal itu tapi aku terus berbicara hingga akhirnya kau memutuskan untuk diam. Kereta mu datang dan kau tak beranjak. Setelah itu aku tak tahu lagi tentangmu, sebab kau tak pernah memutuskan untuk pulang.Â
Dan apabila aku kembali di stasiun ini aku selalu mengingatmu dan selalu merasa sendirian, tak pernah lagi ku lihat wajahmu kecuali sebuah pesan WhatsApp darimu, jangan pernah lagi menungguku, aku sudah di kubur.
4 October 2019
Kebayoran Lama
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H