Di lautan aku melihat diriku, terseret arus gelombang menggulung, gemetar jiwa, gemetar badan, nyatanya nyaliku hanya sebatas jarak pandang.
Buih-buih merayap ke pasir yang hangat pecah tanpa keraguan, angin laut memekik lantang gembalakan perahu nelayan. Tiba-tiba lengang ingatanku menyusuri samudera terdalam.
Aku semakin cemas berkali-kali timbul tenggelam dalam kehidupan, meleleh di terik matahari yang panas. Disingkap dingin bulan di tengah malam. Lalu tergulung ombak, di sadarkan oleh alam.
Beribu-ribu luka, beribu-ribu cinta di bentur pada karang-karang terjal. Namun ku coba menikmati bersama alunan senja yang sebentar lagi datang menghampiri. Kematian itu pasti.
Aku koyak moyak luruh di hantam badai setiap detik, setiap menit waktu yang berjalan seakan tak pernah ku rasa, umurku telah jauh mengembara. Namun ombak di lautan sedikitpun tak ragu terus bergemuruh.
Oh Dzat yang agung, yang telah menciptakan lautan dan palung. Kemanakah diri akan bersandar selain kepada-Mu, ke sebuah dermaga yang pasti telah kau bangun.
Handy Pranowo
30518
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H