Mohon tunggu...
Handy Pranowo
Handy Pranowo Mohon Tunggu... Lainnya - Love for All Hatred for None

Penjelajah

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi Zaman Sekarang

13 Februari 2018   23:51 Diperbarui: 13 Februari 2018   23:57 3524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku melihat cakarmu mencengkeram pagar bumi. Kuku-kuku nan tajam setajam ujung belati. Matamu memerah nampak geram ketika mentari baru saja di lahirkan dari rahim langit. Menangis, menjerit, tertawa, menyepi.

Parodi alam raya segera akan di mulai dari waktu yang pernah beku di dalam kehampaan. Denting tetes embun berkilau memainkan nada risau. Gelisah, amarah, nafsu yang tak pernah puas membujuk jiwa.

Udara kebatilan makin sengit tercium, aroma pengkhianatan busuk di kolong-kolong tempat tidur, para pemangku kekuasaan makin berani bilang bahwa merekalah yang paling adil berkuasa. Mereka pikir siapa dirinya, Tuhankah?

Sementara kita tak sadar tengah bermain perang-perangan dengan diri sendiri, yang akhirnya menjerumuskan ke dalam pergolakan tanpa henti. Tipu daya, keserakahan, darah manusia terus mengalir seakan pesta pora tumbal yang arif bijaksana.

Aku gelisah membuka tirai jendela yang compang-camping, isi dunia penuh dengan penyesalan dan ratapan. Bencana demi bencana terjadi, alam seakan murka. Dan kita tak pernah bisa menyadari kecuali tertawa dan gembira di atas penderitaan orang lain.

Lihatlah anak-anak bermain dengan kekerasan, orang tua tak lagi mempunyai petuah bijak yang dapat di amalkan, guru-guru mendadak sakit jiwa, lupa ingatan lupa dengan buku-buku sejarah. Teknologi tak dapat di nikmati sebagai mana mestinya kecuali saling menjatuhkan dan mengobral syahwat diri.

Lalu para pemuka agama hanya bisa berteriak, habisi siapa saja yang tidak sepaham. Kata-kata damai hanya ada di kitab-kitab suci tanpa mereka amalkan. Oh ada apa dengan jaman sekarang, aku menjadi takut, gugup, dan ragu sebab segala yang benar di perangi hingga binasa. Mereka yang berbuat baik serta merta di cela dan di hina.

Maka kini aku bertanya apakah hidup bersama dan berjabat tangan masih ada dalam benak. Lalu untuk apa sebenarnya kita hadir di dunia bila hanya saling memperkosa.

Handy Pranowo

130218

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun