Jarak yang terlepas dari busur panah, melesat jauh melewati perbatasan waktu. Di tepi senja di kala terang berubah gelap, kepak-kepak sayap burung-burung pulang nampak samar beriringan. Aku bersimpuh, kelemahan, ketiadaan, kekekalan yang sama sekali tak ada di badan, meluruh sekejap di makan usia.
Pandanganku tak lagi tajam, tulang-tulang di badan mulai ngilu di libas angin malam. Pikiranku kian hari mulai melupa pada kenangan yang terukir di setiap perjalanan. Separuh usia telah terlewat masih banyak yang belum tersampaikan, cita-cita yang gagal, impian hidup yang tak sejalan terus mengganggu dalam tidurku yang kini tak bisa lagi lelap.
Tetapi di sela- sela banyaknya penyesalan dalam hidup, banyak pula hal-hal yang membuatku selalu tegar, Tuhan masih memberikanku umur sampai sejauh ini. Maka tak kurangnya aku ingin ucapkan syukur, kesempatan untuk berbenah diri sekiranya masih ada sebelum wajah di hadapkan ke permukaan tanah.
Tuhan, sekiranya apa yang aku dapatkan selama hidup ini adalah yang terbaik yang telah kau berikan kepadaku, maka sepantasnyalah aku tuk tak berpaling dari cahaya wajahMu yang cemerlang. Kekalahan dan kemenangan, kegagalan dan keberhasilan nyatanya hanyalah bentuk keseimbangan untuk terjaganya sebuah kehidupan.
Tetap bersyukur, istiqomah, setia dalam segala penderitaan mencapai tujuan yaitu diriMu yang kekal. Dan kini aku sadari kematian begitu dekatnya dari tiap-tiap mahkluk yang bernyawa. Aku ingin terus bersujud, aku ingin selalu menangis maka bukakanlah selalu pintu maafMu untukku yang lemah dan tak berdaya upaya ini.
Handy Pranowo
14118
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H