Aku telah lebih dulu mengarungi lautan, bersama musim yang terus berlalu.
Aku telah lebih dulu mengapung bersama ombak, menjelajahi samudera luas membentang, di tuntun mata angin, di beri petunjuk rasi bintang.
Kainku lebar membentang terikat kuat tersusun di tiang kayu yang kokoh, tak mudah patah, tak juga goyah,Â
meski badai datang berulang ulang, di tiap siang, di tiap malam.
Tubuhku dari kayu hitam hutan belantara, di serut dan di bentuk oleh nenek moyangmu yang pantang menyerah.Â
Pengembara ulung di lautan tanpa kenal lelah. Jiwaku dan jiwanya menyatu pada kain layar yang membentang.
Mata batinku bintang, raga dan nyawaku membentuk menjadi satu bersama gelora di dada nenek moyangmu yang tangguh,Â
memercik ombak di lambung dan anjungan ku jilati tanpa ragu.
Tabah dalam perjalanan, ihklas mengarungi kekuatan samudera, bergelut, mengayuh, merajut cahaya-cahaya senja dan rembulan.Â
Aku di takdirkan hidup di lautan bersama para penjelajah yang tak pernah takut untuk pulang.
Dan bila angin sedang berteman dan camar-camar datang memberi pujian dan tepuk tangan,Â