Mohon tunggu...
Handy Pranowo
Handy Pranowo Mohon Tunggu... Lainnya - Love for All Hatred for None

Penjelajah

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Aku Tak Ingin Berdebat, Aku Tak Ingin Berdiskusi

6 April 2017   02:36 Diperbarui: 6 April 2017   02:51 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku tak ingin berdebat, aku tak ingin berdiskusi.  
Aku hanya ingin mencairkan air mataku menjadi embun di setiap subuh yang sepi.  
Aku tak ingin berdebat, aku tak ingin berdiskusi.  
Aku hanya ingin meneteskan air mataku menjadi gerimis di panas terik yang bising. 

Sendiri, hanya sendiri jauh dari gegap gempita orang-orang yang haus dunia.  
Jauh dari orang-orang yang senang dan sengaja melemparkan fitnah.
Dan aku lebih menyukai keterasingan ini sebagai cermin mentertawai diri sendiri.  
Mentertawai kebodohan-kebodohan yang tak pernah kita sadari.

Coba lihatlah, kini kemunafikan lebih sering di pupuk dalam jiwa dari pada keyakinan hakiki terhadap yang Maha Esa.  
Dan kita terlanjur menafsirkan segala sesuatu tanpa akal dan pikiran yang benar.
Dan sering kali  menyimpulkan bahwa yang besar itu benar dan yang kecil pasti salah.
Lalu untuk apa musyawarah.

Aku tak ingin berdebat, aku tak ingin berdiskusi.
Aku hanya ingin mencairkan air mataku menjadi embun di setiap subuh yang sepi.
Aku tak ingin berdebat, aku tak ingin berdiskusi.
Aku hanya ingin meneteskan air mataku menjadi gerimis di panas terik yang bising.

Tak bisakah kalian berhenti sejenak dan lihatlah ke dalam diri masing-masing tentang hal-hal yang telah di perbuat.
Tak pernah sedikit kah kalian mendulang air mata kalian untuk setiap helai nafas yang telah di berikan.
Mengapa dengan hanya kuasa semata kalian lupa tentang bahwasanya kalian siapa.  
Apa yang di dapat dari sebuah kekuasaan yang menghalalkan segala cara. 

Apa yang di hasilkan dari sebuah kekuasaan bila awalnya saling caci dan memfitnah.
Dan aku yang teronggok sepi membiarkan tangisku melebar, terisak menyudut sambil menunggu denting kehancuran  
dari teriakan-teriakan jihad yang mengatasnamakan Tuhan.
Apakah ini tanda akhir jaman.

handypranowo
050417

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun