Ada mendung yang tertinggal di matamu penuh haru biru serta bersayap seperti kupu-kupu.
Mendung dengan kilat cahaya tembaga itu mengundang badai di sekujur tubuhmu.
Aku mencoba melintasinya tiba-tiba hawa dingin menyergap tubuhku entah rindu atau pilu sinyal gelombang matamu itu sangat kuat menyuruhku untuk segera berlindung.
Aku penasaran ingin sekali mencungkil ke dua matamu itu, membawanya ke puncak gunung atau ke tengah lautan. Tetapi orang-orang bilang percuma segala mantra dari seluruh pawang tak ampuh, keris pusaka dan pedang tak juga dapat membunuh mendung tersebut. Bila engkau melihat kilatan-kilatan cahaya tembaga di matanya itulah mantra-mantra, keris pusaka serta pedang dari seluruh pawang yang tertinggal.
Lalu apakah ada cara yang lain untuk menghalaunya, mungkin dengan puisi, nyanyian cinta atau sebuah kecupan lembut di matanya. Apakah semua itu pernah di coba. Orang-orang hanya diam tertunduk. Maka ku cobalah semua cara-cara itu agar bisa menghalau mendung yang ada di matamu. Tetapi tiba-tiba aku melihat butiran-butiran air lembut jatuh menetes di pipimu yang merah marun. Semakin lama semakin deras kemudian menggenangi seluruh tubuhmu.
handypranowo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H