Mohon tunggu...
Handy Pranowo
Handy Pranowo Mohon Tunggu... Lainnya - Love for All Hatred for None

Penjelajah

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Candu

6 September 2014   05:59 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:29 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kembali aku meregang dalam sunyi ketika gerimis mengunci diri.
Wajahku tergores serpihan kabut yang lalu lalang mengintai masa lalu yang kelam.
Amuk dalam dada bagai topan menabrak dinding hati.
Berkobaran api nestapa membakar ruang jiwa hingga hitam.

Di manakah aku hidup.
Di manakah udara yang biasa aku hirup.
Aku butuh kesegaran.
Aku butuh kebebasan.

Aku tak ingin lagi terpasung.
Aku rindu berkata-kata dengan bulan dengan senja.
Aku rindu membuat puisi-puisi cinta.
Dan aku ingin sekali menyebarnya ke tengah samudera.

Yang penuh dengan hiruk pikuk gelombang.
Agar barisan bait-bait puisiku singgah ke bibir pantai.
Menikmati alunan senja.
Merasakan teduhnya rimbun nyiur kelapa.

Angin berhembuslah.
Terbangkan jiwaku yang luruh.
Yang setengahnya telah tenggelam dalam candu.
Entah asap, entah kabut.
Aku di rundung kelabu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun