Kembali aku meregang dalam sunyi ketika gerimis mengunci diri.
Wajahku tergores serpihan kabut yang lalu lalang mengintai masa lalu yang kelam.
Amuk dalam dada bagai topan menabrak dinding hati.
Berkobaran api nestapa membakar ruang jiwa hingga hitam.
Di manakah aku hidup.
Di manakah udara yang biasa aku hirup.
Aku butuh kesegaran.
Aku butuh kebebasan.
Aku tak ingin lagi terpasung.
Aku rindu berkata-kata dengan bulan dengan senja.
Aku rindu membuat puisi-puisi cinta.
Dan aku ingin sekali menyebarnya ke tengah samudera.
Yang penuh dengan hiruk pikuk gelombang.
Agar barisan bait-bait puisiku singgah ke bibir pantai.
Menikmati alunan senja.
Merasakan teduhnya rimbun nyiur kelapa.
Angin berhembuslah.
Terbangkan jiwaku yang luruh.
Yang setengahnya telah tenggelam dalam candu.
Entah asap, entah kabut.
Aku di rundung kelabu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H