Bersandinglah rindu bersama awan nan kelabu.
Kasih yang luka dan darah mengalir resah.
Ku cumbui pula sepasang mata yang jatuh.
Tak lagi bercahaya justru muram berlagu.
Pelukan dan belaian masa-masa biru
kini terlempar jauh.
Dan nafasmu yang ku suka saat memburu
kini hilang di telan angin dan waktu.
Terkapar hatiku kini menerawang rongsokan
kenangan yang berlalu.
Membekap hangat yang menggigil.
Di malam-malam yang mendung.
Di manakah pula dirimu.
Wahai kekasih yang pernah berjalan jauh.
Di ranjang yang rapuh dan di dalam selimut merah masih juga
ku cium harum tubuhmu.
Bagai menguliti sangsi asmara yang lugu.
Mengalun hasrat jiwaku padamu.
Memberontak pada jalan cinta yang terbelenggu.
Maka tanpa restu aku cumbui dirimu selalu.
Di dalam warna yang pudar perlahan.
Ku ingin temui hanya dirimu seorang.
Tidak yang lain sebab dirimulah yang paling ku sayang.
Maka mengertilah kasih bila ingin selalu kutahu pendar warna hatimu.
Seolah hasrat gelora yang selalu tumbuh.
Meski kau bosan dan jenuh selalu.
Aku tahu, aku tahu.
Hanya saja aku bimbang kenapa mesti aku jatuh cinta denganmu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H