[caption caption="Ilustrasi Menonton TV (Sumber: Kapanlagi.com)"][/caption]
Saat ini sulit sekali kita menemukan sebuah tayangan televisi yang berkualitas di Indonesia. Padahal, ada 15 stasiun televisi nasional yang mengudara setiap harinya dan menawarkan berbagai pilihan program televisi yang beraneka ragam, mulai dari berita, sinetron/ film/FTV, infotainment, variety show, talkshow, religi, wisata/budaya, komedi, hingga anak-anak. Nyatanya tujuh jenis program yang ditawarkan saat ini masih jauh dari standar yang ditetapkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Memang apa yang kita keluhkan ini benar adanya. Misalnya, berdasarkan Survei Indeks Kualitas Program Siaran Televisi yang digelar oleh KPI pada periode keempat (September-Oktober 2015) menetapkan bahwa banyak program televisi kita masih di bawah standar alias rendah. Bahkan hanya ada dua program televisi yang dirasa layak atau memenuhi standar minimal 4 (Dari skala 1-5) dari KPI, yakni program religi dengan nilai 4,10 dan wisata/budaya yang meraih skor 4,00.
Sedangkan selain dua program tersebut, hampir semua program siaran memiliki nilai rendah, bahkan ada program yang memiliki nilai indeks di bawah angka 3, yakni variety show 2,96, sinetron/film/FTV 2,84, dan yang paling rendah infotainment mencapai 2,56. Bila dihitung secara rata-rata indeks kualitas program siaran, maka program-program televisi di Indonesia hanya mencapai angka 3,42 alias masih di bawah standar.
Yang membuat kita mengerutkan dahi adalah pada kenyataannya program-program yang memiliki nilai rendah ini, justru memiliki popularitas yang tinggi dan menjadi tontonan wajib di masyarakat. Hal ini dikarenakan banyak yang ditayangkan pada waktu-waktu prime time, yakni waktu senggang sekelurga untuk berkumpul dan menonton bersama.
Padahal dengan angka indek yang begitu rendah ini, otomatis tayangan yang disiarkan tidak memiliki mutu dan tentunya jauh dari nilai-nilai pendidikan moral. Akibatnya, kondisi ini pastilah lambat laun akan berdampak nyata bagi watak dan karakter penontonnya. Terutama  bagi kalangan anak-anak dan remaja yang mudah dicekoki oleh output dari tayangan tersebut.
Hal ini diperparah karena banyak stasiun televisi kita menyajikan tayangan yang semata-mata hanya mengejar rating, sehingga sering mengabaikan kualitas konten yang ada. Otomatis, hal ini jauh dari apa yang diamanatkan Undang-undang Penyiaran Nomor 32 tahun 2002 Pasal 3, yang menyatakan bahwa "Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertaqwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil, dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia".
Sebagai lembaga penyiaran, KPI sering kali tumpul alias tidak memiliki taji atau kuasa di mata masyarakat. Meski sering kali membuat teguran kepada pihak stasiun televisi, namun sepertinya teguran tersebut hanya dianggap seperti angin lalu saja. KPI dianggap tak memiliki kredilitas dan selalu takluk pada pemilik stasiun televisi, terutama apabila sang pemilik ini memiliki kedudukan politik di negeri ini. Â
Bila sudah demikian, perlulah solusi untuk memperbaikinya agar keadaan ini tidak semakin memburuk. Salah satu jalan keluar untuk mengatasi masalah buruknya kualitas dunia penyiaran kita adalah subsidi TV Prabayar.
Di Indonesia budaya menonton televisi lebih kuat ketimbang budaya membaca. Menurut sebuah survei dari Nielsen yang ditulis dalam sebuah artikel artikel pada Beritasatu menyatakan bahwa, rata-rata sebagian besar penduduk Indonesia menghabiskan waktu selama 4,5 Jam setiap harinya untuk menonton televisi!.
Bahkan menurut data yang bersumber dari  United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) pada 2011 menyatakan bahwa indeks tingkat membaca masyarakat Indonesia hanya mencapai angka 0,001 persen. Artinya, bila ada 1000 orang, hanya satu orang yang mau membaca.