Belakangan santer diberitakan bahwa adanya himbauan atau mungkin sebuah larangan keras untuk tidak membuat sebuah akun anonim (akun tanpa nama dan identitas yang pasti) di media sosial. Katanya guna mengurangi dan menekan penyebaran informasi yang tidak relevan hingga berita palsu atau hoax. Saya yang sudah lebih dulu membuat akun anonim sepertinya sudah terlanjur basah dan menunggu diciduk oleh Divisi Humas Bikini Bottom (akun anonim juga yang ada di salah satu media sosial berlambang burung kecil).Â
Pertanyaannya kenapa akun anonim itu dibuat? Akun anonim sebenarnya dibuat untuk menghilangkan kesan "pribadi" dan kesan lebih bebas dalam berpendapat. Awalnya, tapi akhirnya adalah sebuah branding dan kebiasaan dalam menyampaikan sebuah pesan.Â
Memang banyak di luar sana akun yang dibuat untuk menyerang sebuah kelompok atau ras dengan pesan. Tapi tidak dengan saya dan kelompok saya. Itu karena akun anonim yang saya buat tidak diciptakan dengan tujuan menyerang sebuah instansi atau kelompok tertentu, melainkan untuk berbagi canda, tawa hingga kebahagiaan.Â
Bagaimana tidak, akun anonim yang dibangun isinya candaan serta lebih banyak pada satir kehidupan. Atau lebih tepatnya menyindir keadaan yang tidak terlalu baik dan mencoba membuatnya lebih baik dengan senyuman. Dengan pembawaan yang berbeda dan agak nyeleneh, akun yang saya kelola kini cukup populer pada beberapa kalangan si burung biru.Â
Lantas kenapa tidak pakai akun pribadi? Pointnya adalah branding. Kita menjual sebuah image pada khalayak mengenai siapa diri kita. Salah satunya adalah JNE yang mem-branding diri mereka dengan penyedia layanan antar-kirim barang. Branding yang dijual adalah jasa, berbagi, antar, dan biaya. Jika saya pakai akun pribadi apa yang akan dijual? Profesionalitas, pengalaman kerja, hingga kemampuan dasar. Jika pakai akun anonim, apa yang akan dijual? Keluwesan, candaan receh namun fakta, hingga sentilan yang tidak bisa saya masukkan ke dalam branding akun profesional.
Salah satu fakta mengenai kuatnya sebuah branding akun adalah ketika sedang ramai perbincangan mengenai marketplace online (jualan secara daring) pada awal-awal 2016an. Dimana saat itu banyak sekali candaan satir serta tidak terelakkan yang bikin perut tidak berhenti terkocok-kocok.Â
Banyak sekali meme yang datang silih berganti menyindir para penjual dan pembeli marketplace. Dan salah satu korban yang menjadi guyonan adalah JNE. Kenapa JNE? Karena mereka dikenal banyak lapisan masyarakat serta memiliki jaringan yang cukup luas yang membuat mereka mengukuhkan diri menjadi pengantar paket terbaik di Indonesia sehingga candaan yang diutarakan itu "kena" dan "pas".
Banyak sekali guyonan dan candaan yang membawa nama JNE mulai dari akun pribadi, anonim hingga menyeret akun korporat atau official dengan centang.Â
Apakah membahayakan? Tidak. Mereka hanya ingin mencari sensasi dan candaan yang tidak dapat dilakukan oleh akun pribadi. Terlihat tidak memberi sebuah pesan namun memberikan impact luar biasa dimana JNE menjadi pilihan banyak orang dalam memilih jasa ekspedisi dan urusan antar-jemput barang kesayangan.
Poin utamanya adalah dengan akun anonim ini saya merasa bahagia karena bisa menciptakan atmosfir baru dalam perdunia media sosial-an. Dengan tetap mengutamakan moral dan norma, akun yang saya kelola juga telah membantu beberapa orang dalam menghilangkan rasa penat dan ketakutan berlebih akan informasi palsu yang berseliweran. Akun saya akan tetap seperti JNE, mengirimkan informasi fakta meskipun itu berat dan JNE yang tetap mengirimkan paket meskipun lewat kuburan.