Mohon tunggu...
Dannu W
Dannu W Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Natural Talent

Suka nulis, fotografi, bersepeda, kadang nongkrong sambil ngopi kalau gak ada ganti teh anget

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Antara Aku dan Warna Nebula

5 Oktober 2013   14:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:57 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Pandang ini dan kau tak kan pernah merasa sendiri !" - tangannya lembut menunjuk sebuah gambar yang bertengger di ujung tembok.

"Lihat cahaya ini, maka kau tak kan pernah merasa gelap !" - katanya lagi sambil menunjuk titik - titik putih di antara garis hitam yang memenuhi bingkai.

"Kau tahu ini ? Ini sebuah Nebula. Adalah sebuah awan antarbintang yang terdiri dari debu, gas, dan plasma. Mereka menjadi benteng dan pelindung galaksi kita dari rasa jenuh." - katanya sambil memandangi dengan lugu gambar yang sama.

"Mereka adalah "The Beatles" nya tata surya. Menjadi daya tarik tersendiri karena warna - warna yang tak pernah terpikirkan manusia. Mereka lebih terkenal di titik dimana Andromeda duduk manis dan memandangi saudaranya, Bima Sakti."

Wajahnya lelah dan agak semu dari kejauhan. Matanya berwarna hitam walau kadang aku menganggapnya coklat. Rambutnya panjang tak terurai sengaja tidak diikat agar ketika angin dengan lembut membelainya, ia terlihat lebih anggun. Senyumannya masam kepada orang yang jauh dari suaranya tapi membuat rindu ketika kau melihat simpul khas itu walau hanya sekali terjadi. Dan itupun dalam periode yang panjang dan sulit ditebak. Suaranya pelan dan sayup  membuat bola matamu terpaksa berkedip berkali-kali ketika mendengarnya. Kecupan manisnya selalu membuat malammu lebih terang seakan cahaya aurora borealis tepat berada diatas kepala. Walau hanya bayangan yang membelai mesra, tapi dirinya selalu menjadi pusat perhatian tata surya yang melingkar diatas kepala. Kau bisa melihat jari jemarinya yang lentik dan kecil ketika tangannya menyentuh urat nadi. Selalu kubayangkan kalau mereka melingkar dan menyergap jari ini dengan lahap. Kemudian tak pernah melepaskan atau membuatnya lari terbirit - birit. Tapi sayangnya, pagi buta selalu mencegah otak kanan ini untuk merasakan sensasi imajinasi yang tingakatannya tak lebih dari cumulonimbus.

"Aku akan menjadi Andromeda jika kau menjadi sebuah nebula." - katanya sambil menyentuh bingkai gambar yang seharusnya tak satupun tangan berada disana. Wanita itu kemudian berjalan menjauh dan hilang dikeramaian.

"Kenapa harus Andromeda ? Mungkin karena disana banyak nebula. Dan Nebula penuh dengan warna. Dan aku tak pandai memberi warna, tapi setidaknya aku mengerti perbedaan antara Merah dan Hijau. Kombinasi dari Hitam dan Putih yang berulang ditambah dengan bumbu dan aroma yang sejajar dengan titik titik yang kemudian perlahan menjadi garis dan akhirnya memenuhi kertas." -

Tak lama dari itu, titik hijau di ujung jendela berubah menjadi abu-abu. Ia pergi meninggalkan jendela bicaranya tetap terbuka. Tanpa takut ada tikus diam - diam masuk kesana. Aku hanya bisa melihatnya melangkah lebar dan cepat dibawah payung berwarna hitam. Perlahan ku putar tubuhku dan mengamati gambar yang tadi ia ceritakan.

*NatGeo Pic , John Hughes - Rutgers University. Capturing by NASA-ESA Telescope X-Ray 2011 Selanjutnya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun