Mohon tunggu...
Handry Lumban Purba
Handry Lumban Purba Mohon Tunggu... -

Lahir di Bekasi 01 oktober 1990. Menggemari penyesuaian dalam kemajuan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Kalau Sayang Lekas Pulang

16 April 2015   18:50 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:01 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hans malah tersenyum dan mempersilahkan Maria duduk terlebih dahulu. Kemudian Hans kembali ketempat sebelumnya untuk mengambil singkong bakar. Sedangkan Maria duduk terdiam dan tak tahu harus berbuat apalagi. Hanya ada kecemasan dan perasaan tidak rela yang hinggap dalam sanubarinya.

Sambil melihat lilin-lilin kecil tersusun dengan indah, angannya mulai terbang melayang. Pandangannya terkadang menoleh ke kanan dan kiri. Dia masih tak percaya bahwa Hans telah memberikan kejutan termanis. Maria tersenyum dengan sangat menawan. Raut wajahnya menggambarkan suasana hati yang tengah diliputi rasa bahagia. Namun sayangnya, senyum itu berlangsung sangat singkat. Ketidaksiapan ditinggal sang kekasih membuatnya kembali lemas dan kurang bergairah. Kini perasaan senang, cemas, sedih dan takut bercampur tidak karuan.

Lamunan Maria terpecah ketika mendengar petikan gitar yang tiba-tiba saja mengalun syahdu. Dengan mimik wajah terkejut Maria menoleh kebelakang. Kini Hans sudah berdiri dibelakangnya. Bagaikan seorang musisi handal Hans memainkan gitar dan mulai bernyanyi. Nyanyian lagu batak bertemakan cinta terlantun dan menyayat hati. Lagu yang mengisahkan bahwa sang kekasih akan pergi demi menggapai impian. Dan bila nanti tiba waktunya, sang kekasih berjanji akan segera pulang kepelukan wanitanya.

Mendengarkan Hans terus beryanyi, spontan saja mata Maria memerah dan berlinang air mata. Maria tak kuasa menahan kesedihan sehingga tanpa sadar air matanya telah menetes di pipi. Hans pun langsung menghentikan nyanyiannya. Sedangkan Maria berjalan menghampiri Hans yang masih memegang gitar. Ketika jarak diantara mereka semakin dekat, Maria meraih cepat tubuh Hans dan memeluknya dengan mesra.

“ Bang tolong jangan pergi, adek tak ingin jauh dari abang. Adek sayang sekali sama abang. Cuma abang orang yang paling mengerti adek” rayu Maria dengan terisak "Abang tetap harus pergi de, kalo abang tinggal di sini abang tidak mungkin sukses” “Adek mohon bang, kita bisa menjalani hidup ini dengan bersama-sama. Ade mohon batalkan niat abang itu.” Kata Maria memelas sedih.

Sambil mengecup kening Maria, tangan kanan Hans menjatuhkan gitarnya ke pinggir ilalang. Dan tangan kirinya terus membelai rambut Maria dengan penuh kasih. “Adekku yang abang cinta sepenuh hati abang. Percayalah kalau abang sudah mendapatkan impian abang, tentu abang segera kembali untuk melamar adek” ucap Hans berusaha meyakinkan. “Bila pekerjaan yang abang butuhkan, abang kan bisa merantau ke Medan. Atau abang ingin kuliah, abang kan bisa kuliah di Medan.” Balas Maria dengan suara sedikit meninggi. “Adek sayang, Mimpi abang bukanlah di Medan. Abang akan raih mimpi abang di Ibu kota Negara ini” ucap Hans menegaskan kembali.

Sebelumnya Maria belum pernah melihat kekasihnya itu teramat serius dalam menginginkan sesuatu. Karena keinginan Hans begitu besar dan kuat akhirnya Maria harus tabah mengalah. Tiada obat selain ikhlas dalam merelakan sebuah suratan takdir yang berjalan pedih.

Bujuk rayunya kini tidak mampu lagi menghalangi tekad bulat Hans. Maria hanya bisa pasrah dan mencoba mengerti jalan pikiran Hans. Baginya saat ini bagaimana memanfaatkan waktu bersama Hans sebaik mungkin. Apapun yang digariskan oleh Tuhan kepadanya, baginya adalah jalan terbaik. Dia yakin Tuhan pasti akan mengembalikan Hans kedalam pelukannya.

Malam itu adalah malam terbaik yang pernah mereka nikmati berdua. Tuhan itu baik, perhatikanlah bagaimana Tuhan menyediakan tempat seindah Danau Toba. Dengan udara segar terbaiknya dan langit gelap terhias taburan bintang berkilau. Kemudian bulan purnama melintas perlahan seakan mengawasi seluruh alam raya. Tentu mereka tak perlu merasa bersalah bila Hans dan Maria menganggap dunia milik mereka berdua. Namun, selepas ini langkah baru mereka akan terbentang luas. Tanpa kebersamaan dan tanpa kekasih yang tiada pernah bosan menampung suka dan duka.

***

Keesokan harinya Maria segera menyempurnakan ulos buatannya yang belum kelar. Sempat tertunda akibat terjangan kesedihan sehingga menimbulkan tekanan batin. Hari ini Hans akan berangkat menuju Jakarta. Sekitar tiga puluh menit lagi Hans akan menuju terminal keberangkatan. Dengan cekatan Maria mengerjakan ulos itu. Peluh keringat di dahinya tidak dihiraukan lagi. Baginya saat ini ulos tersebut harus secepatnya selesai agar dapat diberikan kepada sang pujaan hati.

Sementara Hans sudah sangat siap untuk memulai perantauannya. Penampilannya begitu gagah dengan kemeja putih dan sepatu hitam yang mengkilap. Hans sebenarnya khawatir jikalau dia akan terlambat sampai di terminal. Namun hatinya begitu risih dan gusar. Masih ada satu orang lagi selain sanak keluarga yang belum disapa dan disalamnya. Hans masih sabar menanti kehadiran gadis pujaannya. Sayang teramat sayang, sang bapak menyarankan Hans agar jangan menunda keberangkatannya. Kemungkinan salam perpisahan dengan Maria tidak akan diperolehnya. Dengan berat hati Hans berangkat menuju terminal.

Selesai juga pekerjaan Maria. Dengan terburu-buru dia pun menuju rumah Hans. Sambil berlari-lari kecil, terkadang dengan berjalan cepat. Nafasnya terengah dan keringat di tubuhnya tidak lagi dipedulikannya. Diliputi rasa takut karena waktu keberangkatan Hans memang sudah lewat. Larinya makin cepat ketika rumah Hans telah nampak dari pandangannya. Kini sinar mentari yang terlalu pijar tidak sanggup meredam semangat Maria untuk bertemu Hans.

Sementera itu Hans harus berangkat dengan bermacam prasangka kepada Maria. Hans menumpangi becak motor yang sedari tadi sudah siap mengantarkannya. Dengan iringan doa keluarga, Hans pun pergi. Lambaian tangannya merupakan wujud kesiapan menuju dunia barunya. Sanak keluarganya saling meneriakkan pesan pada Hans. Mengingatkan agar selalu giat belajar dan tidak lupa beribadah.

Hans tidak menyadari bahwa ada sesosok perempuan sedang berlari payah untuk dirinya. Di jalan dari balik rumahnya Maria tengah mengadu cepat dengan waktu. Memang sial nasib mereka berdua. Kenyataan Maria tidak bisa menjumpai Hans di rumahnya mesti diterima dengan lapang dada.

Maria pun semakin jelas melihat kerumunan keluarga Hans. Namun maria pun sangat jelas memandangi becak motor itu telah pergi semakin jauh. Akhirnya Maria sampai. Tanpa basa-basi Maria bertanya kepada orangtua Hans. “ Bapak, Hans sudah pergi ya?” “baru saja dia pergi, kenapa rupanya Maria?” “Aku mau jumpa sama Hans Pak. Ada yang mau aku kasih sama dia” “Kalau gitu kejarlah dia, pakai saja motor bapak” ujar Bapak Hans.

Akhirnya Maria melanjutkan pengejarannya. Dengan motor supra jadul milik bapak Hans, dia melaju kencang. Sungguh luar biasa cinta Maria untuk Hans. Sebelumnya Maria tidak pernah mengendarai motor secepat ini. Kecepatannya sekitar 60-80KM per jam.

Sesampainya di terminal Hans langsung masuk ke dalam bus. Duduk diam namun hati tidak tenang. Mungkin dia masih tidak percaya bahwa Maria begitu tidak peduli tentang keberangkatannya itu. Sambil memandangi foto Maria, Hans meneteskan air mata. Kesedihan begitu melukai hatinya. Entah berapa lama lagi akan berjumpa dengan Maria, pikirnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun