Ayahku hebat! Betapa beruntungnya anak-anak yang memiliki figur ayah yang hebat. Dalam sebuah hadits, Rasulullah Muhammad SAW pernah bersabda, “Seorang ayah yang mendidik anak-anaknya adalah lebih baik daripada bersedekah sebesar 1 sa’ di jalan Allah.” Nabi pun mencontohkan, bahkan ketika beliau sedang disibukkan dengan urusan menghadap Allah SWT (shalat), beliau tidak menyuruh orang lain (atau kaum perempuan) untuk menjaga kedua cucunya yang masih kanak-kanak, Hasan dan Husain. Bagi Nabi, setiap waktu yang dilalui bersama kedua cucunya adalah kesempatan untuk mendidik, termasuk ketika beliau sedang shalat.
Ayah menurut pengiat sosial Ayah Edy, memiliki peran sentral sebagai pimpinan (Leadership), pemberi arah tujuan rumah tangga dan keluarga (Planner), Teladan bagi anak, hingga peran-peran parenting, pengasuhan, pendidikan dan rumah tangga. Sebuah studi juga mengungkapkan bahwa anak yang sering dipeluk ayahnya akan menjadi pribadi yang tanggguh saat dewasa. Sementara pelukan Ibu akan membuat anak lebih mudah berempati.
Namun bagaimanakah bagi anak-anak yang tidak memiliki ayah? Atau ayahnya tiada dalam kehidupan kesehariannya?
Ketiadaan figur/peran ayah dapatkah digantikan seorang Ibu?
Peran ayah sesungguhnya tak berbeda dengan peran seorang Ibu, yaitu membentuk aqidah dan karakter anak. Namun, perbedaan jenis kelamin tentunya yang membedakan sisi-sisi yang dapat diisi dalam pendidikan antara seorang ayah dan seorang ibu.
Dr. David Popenoe, sosiolog Amerika yang mengkhususkan diri mengkaji peran ayah dalam pendidikan anak (fatherhood), yang menyatakan bahwa ayah yang ikut melibatkan diri secara aktif dalam mendidik anak akan membawa keuntungan positif yang tidak dapat dilakukan orang lain.
Sebuah studi lain mengungkapkan minimnya keterlibatan ayah dalam pengasuhan membuat anak mengalami beberapa masalah psikologis. Di antaranya, anak yang rendah harga dirinya, anak laki-laki yang cenderung feminin dan anak perempuan yang cenderung tomboy, anak yang lambat dalam mengambil keputusan, serta anak yang cenderung reaktif dan meningkatnya secara tajam anak-anak yang memiliki karakter alay.
Ibarat sebuah pesawat, setiap jiwa anak sesungguhnya memerlukan keberadaan dan peran seorang ayah dan seorang Ibu sekaligus secara berimbang. Sebab secara psikologis dan watak, laki-laki dan perempuan memiliki karakteristik yang berbeda. Laki-laki cenderung lebih berani dan menyukai tantangan. Sedang karakteristik wanita akan cenderung lebih berhati-hati dan mencari keamanan. Karenanya dalam pendidikan anak diperlukan kedua keberadaannya demi perkembangan jiwa yang berimbang.
"Seperti unicorn tanpa tanduk..." begitu lukisan seorang anak perempuan mengambarkan kondisi dirinya sepeninggal ayahnya.
Lukisan itu meruntuhkan hati ibunya yang berusaha keras berperan ganda sepeninggal ayah dari ke-3 putrinya. Tak hanya mengasuh, menyayangi, menafkahi tapi juga berusaha melakukan hal-hal yang seharusnya dilakukan seorang ayah. Mengendong anak , menganti lampu, membetulkan keramik kamar mandi, mencari anaknya ketika malam menjelang namun belum juga pulang dan entah berapa hal-hal lain yang mungkin biasamua dikerjakan seorang ayah, telah dilakukannya.
Namun lukisan hati putri pertamanya “Seperti unicorn tanpa tanduk” itu laksana tamparan keras yang mendadak meruntuhkan anggapannya bahwa seorang Ibu bisa menjadi penganti atas peran seorang ayah.
Lantas bagaimana jika seorang anak harus dibesarkan dalam kondisi ayah yang tidak ada setiap saat disisinya untuk memberikan pendidikan dan pengajaran secara nyata ? Cara memberikan alternatif figur yang sesuai dengan figur seorang ayah dalam kehidupan seorang anak merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan seorang ibu. Karena tidak mungkin bagi seorang ibu untuk merubah fungsinya menjadi seorang ayah dalam kehidupan seorang anak.