Mohon tunggu...
handrini
handrini Mohon Tunggu... Lainnya - Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional

world are wide, but there's only small spot to make a mistake, Be wise, get grow, so can mature at the same time. be wise it's not easy eithout make wisely as a habit

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Gembeng

13 Desember 2016   12:27 Diperbarui: 13 Desember 2016   12:46 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Gembeng. Mendadak satu kata itu terlintas di ingatan saya.  Gegara seorang pria yang dulu pemaki mendadak menumpahkan air matanya di depan majelis sidang. Tapi tunggu, jangan buru-buru nge-bully ya. Saya tidak ada urusan dengan air mata itu. Saya hanya terkenang dengan filosofi "Ojo Gembeng" yang ditanamkan Papi saya.

Saat saya kecil.. berlari-lari terjatuh, selalu teringat petuah Papi (:sekarang sudah Almarhum) "Dadi bocah ojo gembeng," (:jadi anak jangan mudah menangis. Petuah itulah yang menyebabkan saya mampu menahan tangis ketika terjatuh. "Salah kamu sendiri kan.. lari-larian.." seloroh Papi waktu itu mengoda. 

Saya pun tanpa sadar mengulas senyum dan sakit itu pun meski terasa tetapi air mata saya mampu tertahan. Padahal di tempurung lutut saya menancam kaleng kornet yang terbuka. Kebetulan kami sedang bersiap akan pindah rumah, jadi saat itu makan hanya diatas tikar. Karena saya lari-larian, tak sengaja tersandung tikar dan jatuh dengan lutut tepat menancap pada kaleng kornet. Sakit banget. Tapi seloroh Papi "Dadi bocah ojo gembeng" membuat saya tersenyum pias.

Ojo gembeng. Filosofi itulah yang ditanamkan Papi semenjak kecil. Berbeda dengan bocah perempuan lainnya, yang mengunakan senjata "tangisan" agar keinginannya dipenuhi, saya justru dibesarkan sebaliknya. Senjata tangisan untuk mendapatkan simpati, sangat dihindari dalam tradisi keluarga kami. Terlebih jika kita apes karena kelakuan kita sendiri, seperti saya terjatuh gara-gara lari-larian - meskipun darah mengucur dari lutut (:yang masih berbekas hingga sekarang) tetap saja pesan "Ojo Gembeng" itu ditekankan Papi. Menjadi pemilik jiwa ksatria memang tidak mudah. 

Hal yang kecil yang harus saya rasakan saat kecil saja misalnya, harus menahan rasa sakit karena malu hati sendiri - terjatuh gara-gara kelakuan sendiri yang berlari-larian di dalam rumah. Mendadak saya bersyukur, karena Papi (almarhum) mengenalkan saya dan mengajarkan kepada saya kepada filosofi jawa "ojo gembeng".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun