"Satu juta dua ratus kak tiap bulan," jawab puteri kedua saya.
"Wihhhh enak banget dapat uang satu juta dua ratus tiap bulan, mauuu.." seru puteri ke-3 saya.
"Oh pantas. Temanku yang dapat langsung beli tas dan sepatu converse baru. Sementara aku harus nabung dulu," kata puteri sulung saya.
Spontan saya tertawa. Saya kerap memang tidak meloloskan begitu saja keinginan anak untuk ganti sepatu atau tas. Selain karena tidak ada uang untuk membeli keperluan "insidental" diluar listrik, biaya transport, beras, telur, deterjen, sabun, pasta gigi.Saya juga tidak ingin anak-anak saya tumbuh menjadi sosok yang mengampangkan nilai uang.
"Teman kamu yang dapat, kira-kira ada ngga uang untuk ditabung kalau mau beli sepatu?" tanya saya.
"Iya juga sih.. yang dapat itu lima orang ribet ngurusnya. Rumahnya juga difoto Ma," kata puteri sulung saya.
"Lagian kan malu Ma, kalau sampai kita dapat.." sambungnya lagi.
"Bener kata Kakak, Nak. Kalau dipikir dapat uang 1,2 juta tiap bulannya sih memang besar banget. Tapi kan ada klausul Orang tua tidak memiliki penghasilan yang memadai - meski tidak dijelaskan berapa besaran gaji orang tuanya" saya mendadak ingat si Bapak-bapak yang naik motor dan mobil yang mengkritik saya "sok kaya" dengan tidak mengurus KJP.
Dilema KJP. Meskipun memiliki penghasilan tetap tiap bulannya. Tapi karena mengangsur rumah dan mencukupi kebutuhan tiga anak dalam masa pertumbuhan kerap kali menghadirkan "dilema KJP."