Sungguh akan sangat beruntung kami yang memiliki pemimpin yang sungguh-sungguh memahami dan mengamalkan tuntunan Allah dan Rasullah ^_^Â
Kalimat itu adalah status facebook yang saya tulis tanggal 20 Januari 2016 pukul 17.39 WIB. Kalimat itu saya tulis setelah selama berhari-hari, melewati minggu demi minggu, bersama teman-teman Tim Asistensi RUU Penyiaran membahas satu demi satu substansi maupun kata demi kata yang terdapat dalam draft RUU Penyiaran bersama Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq.
Namun, harus saya akui pemberitaan terus menerus tentang Uji Publik KPI mendadak mencuatkan nama beliau - yang mendorong saya tergerak untuk menuliskan sisi lain dari Ketua Komisi I DPR tersebut. Sebelumnya, saya malu-malu menyebut nama beliau dalam tulisan saya sebelumnya.Â
Ya, sosok yang saya ceritakan dalam bait "Sosok seorang Ketua sebuah Alat Kelengkapan Dewan itu tengah dengan teliti menerangkan dengan seksama, beberapa hal krusial yang harus kami perhatikan dalam merumuskan substansi sebuah RUU. Tak hanya itu sosok yang disebut wakil rakyat itu dengan cerdas menguraikan satu demi satu, berbagai aspirasi rakyat yang disampaikan kepada Alat Kelengkapan Dewan yang diketuainya." dalam tulisan kompasiana saya sebelumnya "http://www.kompasiana.com/handrini/dpr-ga-denger-opini-rakyat_56a86a71f09273c3064352fc"Â adalah Ketua Komisi IÂ Mahfudz Siddiq.
Terharu, merasakan kebahagiaan teman-teman yang tergabung dalam Tim Asistensi RUU Penyiaran karena Ketua Komisi IÂ Mahfudz Siddiq tak kenal lelah menjelaskan dan menguraikan berbagai aspek penyiaran secara komprehensif. Sisi kebijakan dan kecerdasan beliau, tak pelak sangat bermanfaat bagi kami untuk menyempurnakan draft Naskah Akademik dan RUU Penyiaran.
Perlu diketahui RUU Penyiaran adalah salah satu RUU yang sangat lama dibahas di DPR. Pada DPR periode 200-2014 lalu bahkan Komisi I DPR RI mengambil kebijakan untuk membentuk Tim Ahli. Namun karena perbedaan mahzab (:cara pandang) yang sangat tajam dari kedua Tim Ahli tersebut - akhirnya Tim Ahli terpecah jadi dua. Hasil draft RUU Penyiaran yang dihasilkan pun ada dua versi. Singkat kata, akhirnya RUU Penyiaran tidak berhasil tertuntaskan meski pembahasannya sudah "berdarah-darah". Ujung-ujungnya tentu memberikan kontribusi terhadap BURUKnya kinerja legislasi DPR. Duh!!
Kembali lagi pada sosok Ketua Komisi IÂ Mahfudz Siddiq, saya hanya ingin berbagi beberapa curhatan colongan teman-teman yang tergabung dalam Tim Asistensi RUU Penyiaran:
- Saya senang Pak Ketua benar-benar siapkan bahan bersama kita.
- Baru kali ini Ketua AKD (:Alat Kelengkapan Dewan) melebur kerja bareng se-intens ini dengan tim asistensi.
Nah, itu baru pendapat segelintir yang saya cuplik karena tertulis di group sedang komentar lisan lainnya sungguh membuat saya mengakui sisi lain Ketua Komisi I Mahfudz Siddiq sebagai salah satu figur yang patut dicontoh. Namun yang pasti selama berhari-hari membahas RUU Penyiaran bersama Ketua Komisi IÂ Mahfudz Siddiq benar-benar mengajarkan kepada diri saya untuk bagaimana sikap seorang pemimpin yang shiddiq (jujur), amanah (dapat dipercaya), tabligh (menyampaikan), dan fathanah (cerdas). Tak pernah merendahkan ketika pendapat orang lain dibawahnya salah dan tidak pernah mengurui.
Kerap kali, keseriusan beliau dalam membahas berbagai kemungkinan kasus yang dapat timbul dalam penyiaran, membuat saya pribadi harus mengakui - saya jauh sekali kemampuannya dalam memandang ke depan. Visioner adalah salah satu hal yang memang harus dimiliki pemimpin. Sesekali karena saya khawatir "lupa" adalah sifat manusia, saya memoto penjelasan beliau saat membahas RUU Penyiaran.