Nekad, Memalsukan Emas Antam Seberat 109 Ton
Oleh Handra Deddy Hasan
Dalam seminggu terakhir beredar kabar di masyarakat pemalsuan emas yang diproduksi oleh PT Aneka Tambang Tbk (Antam) seberat ratusan Ton.
Masyarakat tentunya kaget, apalagi orang-orang kaya yang menginvestasikan kekayaannya dalam bentuk emas Antam. Ada kekawatiran aset emasnya hilang nilainya karena tindak pemalsuan tersebut.
Pemalsuan terjadi secara berjamaah, sistematis dan terstruktur dalam jangka waktu relatif lama dan bisa terjadi karena melibatkan orang dalam Antam.
Kejahatan terjadi selama 11 tahun, yaitu sejak dari tahun 2010 dan baru berhenti pada tahun 2021, karena ada keberanian dari manajemen Antam untuk mengusutnya.
Keberanian untuk mengungkap dan memutus mata rantai kejahatan diinisiasi oleh Nico Kanter yang menjadi Direktur Utama Antam dan diangkat menjabat sejak Desember 2021.
Masih belum ada informasi, kenapa kejahatan ini bisa berlangsung begitu lama dan tidak terdeteksi oleh Direksi-direksi sebelumnya.
Apakah dalam hal ini para pelaku demikian canggih menyembunyikan kejahatannya atau Direksi-direksi sebelumnya juga terlibat.
Tanpa perlu suudzon (berburuk sangka), mari kita tunggu dan beri waktu Kejaksaan Agung bekerja mengusut kejahatan ini, agar menjadi terang dan jelas.
Kejahatan pemalsuan emas Antam bisa berlangsung dan dieksekusi karena orang dalam yang terlibat menduduki posisi tinggi dan strategis selevel general  manager di Antam.
Adapun person-person yang  terlibat merupakan General Manager (GM) unit bisnis pengolahan dan pemurnian logam mulia Antam.
Kejaksaan Agung telah mengungkap 6 (enam) orang GM dengan nama initial yang terlibat secara berturut-turut sesuai periode menjabat yaitu ; TK (periode 2010-2011), HN (periode 2011-2013), DM (periode 2013-2017), AHA (periode 2017-2019), MA (periode 2019-2021), serta ID (periode 2021-2022).
(Kompas, Selasa 4/6/2024).
Modus yang dilakukan oleh pelaku berdasarkan kepada kewenangannya sebagai GM dan bekerja sama dengan pihak ketiga.
Pihak ketiga sebagai pihak yang memasok materi emas untuk diolah dan diberi label dengan seolah-olah emas palsu tersebut dikeluarkan oleh Antam.
Apa keuntungan dari pelaku dengan memalsukan dan memberi label seolah-olah emas yang dipasok oleh pihak ketiga menjadi emas Antam?
Para pelaku kejahatan menikmati disparitas harga sebesar Rp5jt - Rp10jt per 100 gramnya, karena dipasaran emas label Antam lebih mahal dari emas pada umumnya.
Pengolahan dan pemurnian emas Antam merupakan satu-satunya pabrik di Indonesia yang tersertifikasi London Bullion Market Association (LBMA)
Bisa dibayangkan keuntungan materil dari para pelaku yang telah terakumulasi dengan jumlah total kalau dihitung dengan asumsi beda Rp5juta saja per 100 gram maka mencapai Rp 5,45 triliun. Itupun kalau hanya dari selisih disparitas harga, belum lagi seandainya apabila pasokan emasnya memang emas palsu atau kualitasnya rendah.
Saat ini pihak Kejaksaan masih menghitung kerugian yang sebenarnya.
Selain kerugian materil, tentunya ada kerugian immateril yang diderita oleh Antam, karena modus kejahatan pemalsuan label ini akan menggerus kepercayaan masyarakat terhadap kredibilitas perusahaan.
Tindak Pidana Pemalsuan.
Kalau melihat dengan kasat mata, maka orang awam akan melihat peristiwa pemalsuan emas Antam sebagai tindak pidana pemalsuan barang sebagaimana diatur dalam pasal 100-102 Undang-Undang nomor 20 tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis (UU 20/2106) juncto Pasal 55 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Apabila menggunakan UU 20/2016 maka pelaku utamanya adalah pihak ketiga yang memasok emas untuk diberi label resmi emas Antam, sedangkan GM Antam akan terkait ikut serta melakukan pidana sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 55 KUHP.
Pandangan tersebut tidak keliru karena demikianlah fakta-fakta yang dapat ditelusuri dari pidana pemalsuan emas Antam sebagaimana dirumuskan dalam pasal-pasal dibawah ini.
Pasal 100 UU 20/2016
(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada keseluruhannya dengan Merek terdaftar
milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00(dua miliar rupiah).
Pasal 102
Setiap orang yang memperdagangkan barang dan/atau jasa dan/atau produk yang diketahui atau patut diduga mengetahui bahwa barang dan/atau jasa dan/atau produk tersebut merupakan hasil tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 100 dan Pasal 101 dipidana denganpidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda palingbanyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Tindak Pidana Korupsi.
Namun Kejaksaan Agung tidak akan menggunakan pemalsuan barang sebagaimana yang diatur dalam UU 20/2016, karena adanya unsur potensi merugikan keuangan negara.
Oleh karena adanya unsur merugikan keuangan negara, maka Kejaksaan Agung akan mengenakan tindak pidana Korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Korupsi).
Dari sejumlah pasal yang mengatur tindak pidana korupsi, hanya dua pasal yang mengatur tindak pidana korupsi (tipikor) yang merugikan keuangan negara, yaitu Pasal 2 dan 3 UU Korupsi.
Walaupun hanya dua pasal, pasal ini sangat favorit dipakai untuk menjerat para Pejabat negara pelaku korupsi yang secara keseluruhan telah menimbulkan banyak kerugian bagi negara.
Dari kedua Pasal antara Pasal 2 dan Pasal 3 UU Korupsi, menurut analisis penulis, lebih mendekati apabila menggunakan Pasal 3 dalam kasus ini karena ada penyalah gunaan kewenangan jabatan yang dilakukan Pejabat (GM Antam).
Dengan menggunakan UU Korupsi, berbeda dengan UU 20/2016, maka fokus pelaku Utama jadi berbalik kepada para GM Antam, sedangkan swasta yang merupakan pihak ketiga akan dikenakan Pasal 55 KUHP sebagai pihak yang turut serta.
Adapun unsur yang dimaksud dalam Pasal 3 UU Korupsi adalah pertama, unsur subjektif yang melibatkan pelaku yang dapat berupa pejabat negara atau penyelenggara negara.
Unsur subyektif ini akan dikaitkan dan melekat dengan unsur tujuan yang menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi.
Dalam kasus pemalsuan emas Antam dalam hal ini untuk sementara tersangkanya adalah 6 orang GM Antam.
Adapun motif pelaku melakukan pemalsuan label emas Antam untuk tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi.
Adanya disparitas harga yang lebih besar antara emas Antam dan harga emas pada umumnya, maka setiap penjualan emas Antam dengan label palsu akan sangat menguntungkan.Â
Pihak Kejaksaan Agung belum mengungkapkan siapa dan berapa pihak-pihak yang terlibat kejahatan mendapat keuntungan. Tetapi secara logika pasti diantara mereka ada bagi-bagi hasil kejahatan.
Unsur kedua adalah unsur objektif yang meliputi perbuatan melawan hukum, yaitu adanya perbuatan yang bertentangan dengan hukum yang dilakukan oleh pelaku.
Pelaku telah  menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya.
Perbuatan yang dilakukan GM Antam jelas tidak sesuai dengan aturan perusahaan dan telah dimanfaatkan untuk melakukan kejahatan.
Pihak Kejaksaan pasti saat ini sedang melakukan inventarisasi atas aturan-aturan kebijakan yang telah dilanggar oleh keenam GM Antam untuk memastikan perbuatan melawan Hukum yang dilakukan oleh pelaku.
Dengan jabatannya sebagai GM Antam para pelaku dengan mudah dapat menggunakan label emas Antam yang asli dan dilekatkan pada emas yang di pasok oleh pihak ketiga dari luar.
Unsur ketiga dari tindak korupsi Pasal 3 adalah adanya unsur dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Sebagaimana telah dijelaskan dalam kronologis kasus di atas, kerugian yang sedang diderita oleh PT Antam sedang dihitung.
Biasanya Kejaksaan Agung akan melibatkan pihak ketiga baik Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan atau ahli untuk menghitung kerugian negara.
Di persidangan Korupsi menentukan keberadaan dan besarnya kerugian negara selalu menjadi perdebatan yang sengit antara terdakwa dan pembelanya dengan jaksa penuntut umum.
Langkah Kejaksaan Agung untuk melibatkan BPK atau ahli untuk menghitung nilai kerugian, merupakan langkah yang konservatif menunjukkan kehati-hatian agar koruptor tidak bisa lolos dari dakwaan dan bebas dari jeratan hukum.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa perusahaan pasti mengalami kerugian materil dan immateril. Kerugian materil karena porsi penjualan emas Antam sebagian telah direbut secara illegal oleh emas Antam label palsu.
Selain itu, dengan adanya pemberitaan bahwa ada emas palsu Antam juga mengakibatkan penjualan emas Antam akan berpengaruh menjadi menurun.
Sekaligus juga merugikan Antam secara immateril karena akan merusak reputasi perusahaan yang telah lama dibina untuk menjadi perusahaan yang kredibel selama ini.
Permasalahannya apakah kerugian Antam sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) masuk dalam katagori kerugian negara.
Untuk hal tersebut masih terdapat perdebatan dari kalangan ahli hukum. Sebagian ahli hukum dengan dalil-dalil hukumnya berpendapat bahwa kerugian BUMN juga merupakan kerugian keuangan negara.
Â
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN), Badan Usaha Milik Negara atau BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Antam sebagai BUMN Persero tunduk kepada UU BUMN.
Kemudian dipertegas dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara (UU Keuangan Negara) yang menyatakan bahwa perusahaan negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Pusat.
Berdasarkan Pasal 2 g UU Keuangan Negara yang dimaksud dengan Keuangan Negara adalah ;
Keuangan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1, meliputi :
g. kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang,
surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk
kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah;
Hal ini berarti kekayaan BUMN termasuk ke dalam kekayaan negara, sehingga kerugian keuangan yang dialami oleh Antam otomatis juga merugikan keuangan negara, sehingga unsur Korupsi dalam Pasal 3 UU Korupsi terpenuhi.
Sebaliknya sebagian ahli hukum mempunyai pendapat berbeda, bahkan bertentangan dengan pendapat bahwa kerugian BUMN bukanlah merupakan kerugian negara.
Pendapat para ahli hukum yang menyatakan bahwa kerugian BUMN bukanlah merupakan kerugian keuangan negara berdasarkan kepada
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT).
Sebagaimana diketahui terhadap BUMN yang berbentuk Persero seperti Antam berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi perseroan terbatas sebagaimana terdapat dalam UU PT.
Hal ini selaras dengan  Pasal 3 dan Pasal 11 UU BUMN beserta penjelasannya yaitu segala peraturan yang berlaku terhadap perseroan terbatas berlaku juga untuk BUMN yang berbentuk Persero selama tidak diatur oleh UU BUMN.
Dengan demikian berarti bahwa berdasarkan pengertian BUMN itu sendiri dan ketentuan dalam UU PT, yang mana BUMN yang berbentuk Persero merupakan badan hukum, maka kekayaan Persero dan kekayaan negara merupakan hal yang terpisah.Â
Dengan adanya pemisahan kekayaan, ini berarti kerugian yang dialami oleh BUMN tidak dapat disamakan dengan kerugian negara.Â
Kerugian BUMN hanyalah akan menjadi kerugian dari BUMN itu sendiri. Sehingga dalam kasus ini kerugian yang diderita oleh Antam tidak bisa dikatagorikan sebagai kerugian negara.
Biasanya dalam setiap persidangan yang melibatkan Pejabat BUMN, pihak Kuasa hukum terdakwa akan memasukkan materi ini yang merupakan materi untuk menyanggah kerugian BUMN sebagai kerugian negara dalam materi eksepsi (tangkisan).
Apabila Majelis Hakimnya menganut teori yang kedua ini maka bisa menjatuhkan putusan sela untuk menghentikan persidangan dengan putusan bahwa surat dakwaan tidak bisa diterima berdasarkan Pasal 156 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Sebagai catatan Kejaksaan Agung juga berniat untuk menggunakan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang. Hal tersebut muncul karena ada dugaan modus kejahatan ini juga merupakan modus Pencucian Uang.Â
Dalam hal ini pihak Kejaksaan masih menyelidiki emas yang dipasok untuk diberi label Antam berasal dari mana, apakah merupakan emas hasil kejahatan atau memang emas dengan kepemilikan yang sah.
Masih banyak tanda tanya atas kasus pemalsuan Emas Antam. Mari kita tunggu dan lihat. Semoga Kejaksaan Agung dapat menegakkan hukum dalam kasus ini dengan penuh integritas secara konsisten dan berkeadilan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H