- Buyarnya Mimpi Masyarakat Miskin Menjadi Sarjana
- Oleh Handra Deddy Hasan
Desakan masyarakat agar menurunkan uang kuliah mahasiswa semakin menguat
Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEMSI) mengadukan kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang tidak wajar ke Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).
Mahasiswa dan DPR RI mendesak Pemerintah mencabut Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 2 tahun 2024 mengenai Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada Perguruan Tinggi Negeri (SSBOPTN) di Lingkungan Kemendikbudristek yang menjadi dasar penetapan uang kuliah tunggal (UKT) dan iuran pengembangan institusi (IPI).
Permendikbudristek Nomor 2/2024 adalah  merupakan biang keladi dari naiknya UKT.
Menurut data dari BenarNews, kenaikan tertinggi terjadi di Universitas Negeri Solo (UNS). Biaya IPI atau uang pangkal di Fakultas Kedokteran UNS tahun lalu sebesar Rp25 juta, kini naik drastis menjadi Rp200 juta. Selain itu, UKT di fakultas ini juga mengalami kenaikan signifikan dari Rp21,8 juta pada tahun 2023 menjadi Rp30 juta tahun ini.
Menurut BEM Universitas Jenderal Soedirman, Maulana Ihsanul Huda, mahasiswa menjadi resah karena UKT melambung naik 300-500 persen. Di Fakultas Peternakan, misalnya, UKT tertinggi tahun lalu sebesar Rp2,5 juta, sekarang menjadi Rp14 juta (Kompas, Senin 20 Mei 2024).
DPR RI dan banyak pihak sangat menyesal respons Pemerintah yang tidak simpatik atas kenaikan biaya pendidikan tinggi yang seolah-olah membuyarkan mimpi orang miskin untuk mengenyam pendidikan di level Perguruan Tinggi.
Pemerintah melalui Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Sekdirjen Dikti) di Kemendikbudristek, Tjitjik Srie Tjahjandarie, menyatakan bahwa pendidikan tinggi adalah kebutuhan tersier dan tidak wajib.
Beliau menegaskan dalam suatu diskusi online bahwa Pendidikan tinggi  adalah tertiary education dan  bukan merupakan wajib belajar yang biayanya ditanggung sepenuhnya oleh Pemerintah.
Sehingga Sekdirjen Dikti mengartikan bahwa tidak seluruh lulusan SLTA, SMK itu wajib masuk perguruan tinggi.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!