Mohon tunggu...
Handra Deddy Hasan
Handra Deddy Hasan Mohon Tunggu... Pengacara - Fiat justitia ruat caelum

Advokat dan Dosen Universitas Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Buyarnya Mimpi Masyarakat Miskin Menjadi Sarjana

20 Mei 2024   10:22 Diperbarui: 20 Mei 2024   20:56 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Demo mahasiswa atas kenaikan UKT sumber gambar photo dan ilustrasi Detik.com

  • Buyarnya Mimpi Masyarakat Miskin Menjadi Sarjana

  • Oleh Handra Deddy Hasan

    Desakan masyarakat agar menurunkan uang kuliah mahasiswa semakin menguat

    Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEMSI) mengadukan kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang tidak wajar ke Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).

    Mahasiswa dan DPR RI mendesak Pemerintah mencabut Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 2 tahun 2024 mengenai Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada Perguruan Tinggi Negeri (SSBOPTN) di Lingkungan Kemendikbudristek yang menjadi dasar penetapan uang kuliah tunggal (UKT) dan iuran pengembangan institusi (IPI).

    Permendikbudristek Nomor 2/2024 adalah  merupakan biang keladi dari naiknya UKT.

    Menurut data dari BenarNews, kenaikan tertinggi terjadi di Universitas Negeri Solo (UNS). Biaya IPI atau uang pangkal di Fakultas Kedokteran UNS tahun lalu sebesar Rp25 juta, kini naik drastis menjadi Rp200 juta. Selain itu, UKT di fakultas ini juga mengalami kenaikan signifikan dari Rp21,8 juta pada tahun 2023 menjadi Rp30 juta tahun ini.

    Menurut BEM Universitas Jenderal Soedirman, Maulana Ihsanul Huda, mahasiswa menjadi resah karena UKT melambung naik 300-500 persen. Di Fakultas Peternakan, misalnya, UKT tertinggi tahun lalu sebesar Rp2,5 juta, sekarang menjadi Rp14 juta (Kompas, Senin 20 Mei 2024).

    DPR RI dan banyak pihak sangat menyesal respons Pemerintah yang tidak simpatik atas kenaikan biaya pendidikan tinggi yang seolah-olah membuyarkan mimpi orang miskin untuk mengenyam pendidikan di level Perguruan Tinggi.

    Pemerintah melalui Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Sekdirjen Dikti) di Kemendikbudristek, Tjitjik Srie Tjahjandarie, menyatakan bahwa pendidikan tinggi adalah kebutuhan tersier dan tidak wajib.

    Beliau menegaskan dalam suatu diskusi online bahwa Pendidikan tinggi  adalah tertiary education dan   bukan merupakan wajib belajar yang biayanya ditanggung sepenuhnya oleh Pemerintah.

    Sehingga Sekdirjen Dikti mengartikan bahwa tidak seluruh lulusan SLTA, SMK itu wajib masuk perguruan tinggi.

    HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    4. 4
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Hukum Selengkapnya
    Lihat Hukum Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun