Oleh Handra Deddy Hasan
Akhir-akhir ini masyarakat Indonesia dalam rangka Sengketa Hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) di Mahkamah Konstitusi (MK) disuguhi dengan istilah-istilah hukum yang njelimet dari bahasa asing.
Istilah-istilah dalam bahasa Latin yang biasanya bergema di ruang-ruang kelas Fakultas Hukum sekarang juga beredar luas baik di media massa dan media sosial.
Salah satu istilah yang sexy dan menarik perhatian dan lancar disebut-sebut di tengah-tengah masyarakat adalah Amicus Curiae.
Demikian ajaibnya istilah amicus curiae, malah ada yang beranggapan bahwa Amicus Curiae merupakan hal yang bisa memenuhi ambisi sebagian golongan untuk memenangkan Sengketa Hasil Pemilihan Presiden di MK.
Tidak jarang istilah amicus curiae dijadikan bahan bagi sebagian masyarakat untuk membuat terdiamnya pihak lawan ketika terjadi perdebatan panas diantara mereka baik di forum resmi maupun di grup-grup WhatsApp.
Popularitas amicus curiae dimulainya sejak sengketa hasil Pilpres di MK dimulai ketika para guru Besar Perguruan Tinggi, kelompok-kelompok seniman, kelompok-kelompok mahasiswa dan lain-lain mengajukan amicus curiae ke Pengadilan MK.Â
Apalagi satu pekan menjelang Mahkamah Konstitusi (MK) memutus sengketa hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, makin banyak pihak berbondong-bondong mengajukan amicus curiae ke MK.Â
Bahkan Presiden kelima Republik Indonesia sekaligus Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Sukarnoputri tidak mau ketinggalan dan merupakan salah satu tokoh yang mengajukan amicus curiae ke MK yang diwakili oleh Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto (Kompas, Rabu 17 April 2024).
Sebetulnya peristilahan hukum amicus curiae tidak juga merupakan istilah yang baru muncul tiba-tiba ketika sengketa Pilpres 2024 mulai berjalan.