Misalnya bulan Juni tahun yang lalu Lembaga Swadaya Masyarakat Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus mengajukan amicus curiae.
ICJR Erasmus mengajukan amicus curiae ketika melihat terlanjurnya kasus Wahyu yang karena masalah sepele dituduh melanggar Undang-Undang Informasi dan Teknologi ke persidangan di Pengadilan Jakarta Selatan. (Kompas, Jumat 21 Juli 2023).
Untuk lengkapnya silakan lihat tulisan penulis tanggal 22 Juli 2023 di Kompasiana dengan judul "Amicus Curiae (Sahabat Pengadilan) sebagai Alternatif Menghadirkan Restorative Justice".
Namun ketika itu, amicus curiae tidak sepopuler saat ini, ketika masifnya pihak-pihak mengajukannya sehubungan dengan sengketa hasil pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK).
Sebetulnya sebelumnya istilah amicus curiae sempat sangat populer sesaat di Indonesia ketika praktik penerapannya terjadi saat pemeriksaan perkara di Pengadilan Negeri Tanggerang pada tahun 2009 dalam (Putusan Nomor1269/PID.B/2009/PN.TNG) yaitu ketika sebanyak 5 (lima) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) mengajukan amicus curiae guna membela hak terdakwa, dalam kasus Prita Mulyasari Vs Negara Republik Indonesia.
Posisi Amicus Curiae Dalam Peradilan di Indonesia
Hukum positif Indonesia dalam sistem peradilan hukum acara tidak mengenal kedudukan hukum amicus curiae dan tidak memiliki aturan perundang-undangan khusus yang mengaturnya.
Namun, secara konsep amicus curiae dapat diterima di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Jadi walaupun tidak ada aturan formal tentang amicus curiae, namun seorang Hakim secara aktif, termasuk Hakim Konstitusi wajib menggali, mencari dan mendapatkan masukan untuk mendapatkan keadilan sesuai dengan keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Amicus curiae adalah istilah Latin yang berarti "teman pengadilan."Â
Dalam praktiknya amicus curiae akan diajukan oleh pihak independen yang bukan merupakan pihak yang terlibat secara langsung dalam suatu perkara. Tujuan pengajuannya untuk memberikan pandangan atau pendapat tertulis kepada pengadilan mengenai kasus tersebut.
Makanya Advokat Otto Hasibuan berpendapat dalam satu running text di salah satu media elektronik bahwa Megawati Soekarnoputri tidak pas sebagai pihak yang mengajukan amicus curiae karena merupakan pihak dalam Sengketa Pilpres di MK.
Pandangan atau pendapat yang diajukan ini bertujuan untuk membantu pengadilan dalam memahami isu-isu hukum yang kompleks atau sensitif yang mungkin tidak dapat diatasi oleh para pihak yang terlibat dalam perkara.
Jadi kualitas dari suatu amicus curiae tidak tergantung kepada siapa yang mengajukan, tapi sangat berperanan apabila materinya berguna dan menambah wawasan Majelis Hakim yang menyidangkan suatu perkara.
Dalam kasus Wahyu ICJR Erasmus berusaha mengajukan amicus curiae ke majelis yang menyidangkan agar bisa mempunyai pandangan bahwa perkara seperti ini bisa diselesaikan secara restorative justice.Â
Artinya melihat materi perkara yang sepele dan agar lebih efisien perkara tidak perlu dilanjutkan sampai putusan akhir. Sementara antara para pihak baik yang dirugikan maupun terdakwa terjadi perdamaian yang tidak merugikan pihak manapun.
Amicus curiae biasanya diajukan oleh pihak atau organisasi yang memiliki keahlian atau kepentingan khusus dalam bidang hukum atau masalah yang menjadi pokok perkara.
Sebetulnya sebuah amicus curiae akan sangat berguna apabila mengandung materi hukum agar bisa diamini dan dianut serta dijadikan rujukan bagi Hakim dalam pertimbangan hukumnya dalam memutus suatu perkara.
Namun demikian karena tidak aturan yang rigid dan clear dalam aturan tentang konten amicus curiae, bisa saja materi amicus curiae bukan materi hukum.Â
Seperti yang seperti lihat dalam kenyataan praktiknya amicus curiae diajukan oleh berbagai pihak yang mempunyai keahlian yang keahliannya bukan bidang hukum.Â
Kelompok Guru Besar non hukum seperti bidang sosioligi, para seniman dan mahasiswa tidak ketinggalan mengajukan amicus curiae di Pengadilan MK.
Sebagaimana kita ketahui masalah hukum kadang-kadang beriirisan dan terkait langsung dengan bidang-bidang kehidupan lain, misalnya dengan masalah sosiologis, medis, psikologis dan lain-lain. Sehingga kadang-kadang untuk bisa mengungkap kebenaran hukum (kebenaran substansi) dibutuhkan bidang lain untuk mengungkapkannya.Â
Sehingga dengan tidak adanya aturan tentang bagaimana materi (isi) amicus curiae, maka bidang apa saja diluar hukum dapat mengajukan amicus curiae.
Dalam kasus sidang sengketa hasil Pilpres mungkin dibutuhkan ahli-ahli Teknologi Forensik Pemilihan umum (Informatika dan Teknologi Forensik - IT) kalau memang saksi-saksi ahli IT yang telah tampil kurang memadai atau tidak memuaskan bagi Majelis Hakim MK.
Atau bisa juga dibutuhkan amicus curiae dari ahli-ahli filsafat, apabila Majelis Hakim MK melihat bahwa Sengketa hasil Pilpres diputus berdasarkan keadilan substantif.
Jadi tidak ada aturan baku yang menyebutkan siapa yang mempunyai hak legal standing mengajukan amicus curiae.Â
Siapa saja tanpa batas diperbolehkan mengajukan amicus curiae. Pihak yang mengajukan amicus curiae dapat berupa badan pemerintahan, lembaga swadaya masyarakat (seperti ICJR Erasmus) kelompok advokasi, ahli hukum, atau pihak lain yang dianggap memiliki kontribusi yang berharga bagi pengadilan dalam memutuskan kasus.
Tujuan utama dari amicus curiae adalah untuk memberikan perspektif hukum yang komprehensif dan bermanfaat bagi pengadilan sehingga dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan dan menambah pemahaman mengenai implikasi hukum dari kasus tersebut.
Meskipun amicus curiae tidak memiliki kedudukan formal sebagai pihak dalam perkara, pendapatnya dapat memiliki dampak yang signifikan pada putusan akhir.