Prestasi Zonk Polisi Dalam Menegakkan Hukum Perdagangan Orang?
oleh Handra Deddy Hasan.
Sejak Presiden Jokowi memberikan atensi terhadap Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan memberikan penugasan kepada Polri sebagai pelaksana dan penanganannya, maka kegiatan penegakkan hukum TPPO menjadi gegap gempita.
Untuk menjawab penugasan Presiden Jokowi, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo kemudian  membuat Satuan Tugas (Satgas) TPPO di masing-masing Kepolisian Daerah (Polda) di seluruh Indonesia.
Kepala Satuan Tugas (Satgas) TPPO Polri, Irjen Asep Edi Suheri mengklaim bahwa telah berhasil menyelamatkan 123 Warga Negara Indonesia (WNI) korban perdagangan orang di daerah Nunukan, penangkapan pelaku penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) secara ilegal di DKI Jakarta, Lumajang, dan sejumlah tempat lainnya.
Namun menurut Aznil Tan dari  Migrant Watch, hasil operasi Satgas TPPO hanya menangkap pelaku penempatan PMI non-prosedural. Sementara pelaku TPPO yang menyelundupkan pekerja migran Indonesia judi online ke Myanmar, Kamboja, Laos, Thailand dan Filipina masih nihil (Akurat.co Senin 12/6/2023).
Apakah perbedaan pandangan antara Satgas TPPO Polri dengan Migrant Watch hanya sekedar perbedaan persepsi atau ada masalah yang serius dari perbedaan ini?Â
Untuk mengklarifikasi permasalahan ini perlu dilakukan pembahasan secara hukum, apakah memang Satgas TPPO telah mempunyai prestasi dalam upaya penegakan hukum atau hanya sekedar pencitraan untuk sekedar menyenangkan Presiden dan masyarakat pada umumnya.
Perbedaan antara TPPO dengan imigran non-prosedural.
Adapun prinsip-prinsip dasar yang membedakan TPPO dengan imigran non-prosedural adalah sebagai berikut:
TPPO diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasn Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU TPPO).