Sebagian masyarakat ada saja yang tidak memperhatikan atau tidak memahami pentingnya hak cipta dan dampak negatif yang ditimbulkannya pada penulis, penerbit, dan industri buku secara keseluruhan.
Mereka mungkin merasa bahwa membajak buku tidak berdampak signifikan atau tidak merugikan siapa pun.
Padahal  membajak buku adalah tindakan melanggar hukum yang serius dan dapat merugikan penulis, penerbit, dan industri buku secara keseluruhan. Ini mengurangi insentif untuk penulis dan penerbit untuk terus menghasilkan karya-karya kreatif baru. Pembajakan buku, secara diam-diam membunuh pengarang-pengarang kreatif melahirkan karya-karyanya.
Tindak pidana pembajakan diatur pada pasal 113 Undang-Undang No 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang menyatakan bahwa setiap orang yang melaksanakan hak ekonomi wajib mendapatkan izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta.Â
Perlindungan hak ekonomi bagi Pencipta dan Pemegang Hak terkait terhadap pelanggaran Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g yakni penerbitan Ciptaan, Penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya, Pendistribusian Ciptaan atau salinannya, Pengumuman Ciptaan. Untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Untuk menghindari terjadinya pembajakan buku sudah seharusnya masyarakat menciptakan dan mendorong budaya membaca yang menghargai hak cipta dan mendukung para penulis dengan membeli buku secara legal atau menggunakan platform dan layanan resmi yang menawarkan akses legal ke karya-karya tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H