Mohon tunggu...
Handra Deddy Hasan
Handra Deddy Hasan Mohon Tunggu... Pengacara - Fiat justitia ruat caelum

Advokat dan Dosen Universitas Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Berakhirnya Toko Gunung Agung Menemani Masyarakat Mencari Ilmu

24 Mei 2023   18:42 Diperbarui: 25 Mei 2023   05:45 813
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Toko Buku Gunung Agung Merugi.

Penutupan toko/outlet Toko Buku Gunung Agung bukan hanya semata-mata dampak dari pandemi Covid-19 pada tahun 2020 saja. Perusahaan telah melakukan efisiensi dan efektifitas usaha sejak tahun 2013 berjuang menjaga kelangsungan usaha dan mengatasi kerugian usaha akibat permasalahan beban biaya operasional yang besar.
Beban biaya besar tidak sebanding dengan pencapaian penjualan usaha setiap tahunnya, sehingga perusahaan merugi terus menerus.

Kerugian usaha Toko Buku Gunung Agung bisa terjadi karena perubahan konsumsi masyarakat. Perkembangan teknologi dan pergeseran preferensi konsumen telah mengubah cara orang membaca buku. Buku elektronik (e-book) dan platform digital lainnya telah menjadi populer, mengurangi permintaan untuk buku cetak. Jika Toko Buku Gunung Agung tidak mampu menyesuaikan bisnisnya dengan tren ini, mereka mungkin menghadapi penurunan penjualan yang signifikan.

Selain itu dengan majunya dunia informasi dan teknologi menciptakan persaingan dari penyedia buku secara online. Kemunculan toko buku online dan platform e-commerce telah memberikan persaingan yang tangguh dan kuat bagi toko buku fisik seperti Toko Buku Gunung Agung. Dalam pemasarannya penyedia online sering kali menawarkan diskon besar dan pengiriman gratis, membuatnya lebih sulit bagi toko buku fisik seperti Toko Buku Gunung Agung untuk bersaing dalam hal harga dan kenyamanan.

Apalagi biaya produksi buku yang tinggi, bersaing dengan kegiatan ilegal pembajakan. Percetakan buku membutuhkan investasi awal yang signifikan dalam peralatan cetak dan bahan baku. Biaya produksi, termasuk cetakan, kertas, tinta, dan biaya tenaga kerja, dapat menjadi beban finansial yang berat. Sementara pembajakan merajalela dan bisa menjual secara online dengan harga sangat murah. Harga buku bajakan hanya sekitar 25% (dua puluh lima persen) dari harga resmi, karena pembajak hanya mengeluarkan biaya cetak sebagai overhead costnya. Padahal komponen harga buku resmi tidak hanya biaya cetak saja, ada pembayaran untuk penulis, desainer, ilustrator dan tangan-tangan kreatif lainnya.

Pembajakan Buku Mengancam Toko Buku Legal.

Pembajakan buku sudah sangat lumrah terjadi di Indonesia. Penegakan hukumnya terasa samar dan tidak pernah membuat pembajak takut atau gentar dengan sanksinya, sehingga pembajakan buku sangat masif terjadi.


Berdasarkan survey Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) pada tahun 2021, sekitar 75 % (tujuh puluh lima persen) penerbit menemukan buku terbitan mereka dibajak dan malah dijual secara online di loka pasar.
Survey dilakukan dan melibatkan lebih 130 penerbit. Kerugian akibat pembajakan ditaksir mencapai ratusan miliar rupiah (Kompas, Rabu 21 Mei 2022).

Pembajakan Buku Seperti Benang Kusut Yang Sukar Dicari Ujungnya.


Orang melakukan pembajakan buku karena menemukan akses mudah dan gratis. Buku-buku bajakan sering kali tersedia secara online dengan mudah dan tanpa biaya. Hal ini membuatnya menarik bagi orang-orang yang ingin membaca atau memiliki buku tanpa harus membayarnya.

Dan bagi sebagian masyarakat menganggap harga buku yang dijual secara legal terlalu mahal atau tidak terjangkau baginya. Sedangkan mereka butuh bacaan. Dalam situasi ini, mereka mungkin memilih untuk mengunduh versi bajakan yang tersedia secara gratis sebagai alternatif.

Selain itu kadang-kadang walaupun kita mau membeli buku orisinal, namun tidak tersedia secara legal (stocknya habis).  Terkadang, buku-buku tertentu tidak tersedia di negara atau wilayah tertentu, atau mungkin sulit ditemukan secara fisik di toko-toko buku. Kondisi seperti ini bisa mendorong orang untuk mencari versi bajakan sebagai cara mendapatkan akses ke materi yang diinginkan.

Hal yang paling parah adalah kurangnya pemahaman hukum dan ketidakpedulian terhadap Hak Cipta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun