Mohon tunggu...
Handra Deddy Hasan
Handra Deddy Hasan Mohon Tunggu... Pengacara - Fiat justitia ruat caelum

Advokat dan Dosen Universitas Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Modus Baru Trafficking: Anak Milenial yang Paham IT Ditipu untuk Melakukan Kejahatan Judi Online

2 Mei 2023   21:53 Diperbarui: 4 Mei 2023   11:34 2220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Modus Baru Trafficking: Anak Milenial yang Paham IT Ditipu Untuk Melakukan Kejahatan Judi Online
oleh Handra Deddy Hasan

Tindak pidana perdagangan orang (TPPO), atau yang juga dikenal dengan human trafficking, adalah kejahatan yang melibatkan pemindahan atau pengangkutan orang secara ilegal dengan tujuan eksploitasi, seperti perdagangan seks, kerja paksa, atau penjualan organ/tranplantasi organ tubuh.

Di Indonesia, tindak pidana perdagangan orang diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU TPPO). 

Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 UU TPPO yang dimaksud dengan perdagangan orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.

Undang-undang ini menetapkan larangan bagi siapa pun untuk melakukan perdagangan orang, baik melalui tindakan ancaman kekerasan, penculikan, penyekapan, pemerkosaan, pemalsuan, penipuan pemerasan, atau tindakan kekerasan lainnya.

Sanksi bagi pelaku TPPO cukup berat, antara lain hukuman penjara minimal 3 tahun dan maksimal seumur hidup, serta denda hingga miliaran rupiah. Selain itu, Undang-Undang ini juga mengatur pencegahan dan perlindungan bagi korban TPPO, termasuk hak atas restitusi berupa ganti rugi atas kehilangan kekayaan atau penghasilan; penderitaan; biaya pengobatan medis dan psikologis; dan kerugian lainnya (Pasal 48 ayat 1 dan 2 UU TPPO).

Modus Konvensional TPPO

Pelaku kejahatan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) seringkali menggunakan berbagai modus operandi untuk merekrut dan memperdaya korban dan membawa mereka ke tempat tujuan kejahatan yang biasanya di luar negeri. 

Berikut adalah beberapa contoh modus operandi yang sering digunakan oleh pelaku TPPO yang beberapa sudah akrab dan dipahami masyarakat:

1. Pekerja migran ilegal

Pelaku menawarkan pekerjaan di luar negeri yang menarik dan menggiurkan dengan iming-iming gaji besar dan tunjangan lainnya. 

Namun, setelah tiba di negara tujuan, korban seringkali dipaksa untuk bekerja di bawah kondisi yang tidak manusiawi dan tidak sesuai dengan perjanjian awal.

2. Perkawinan paksa

Pelaku menjanjikan perkawinan dengan seseorang yang menarik bagi korban. Pelaku biasanya berkeliaran di platform-platform digital biro jodoh dalam mencari mangsa. Namun, setelah korban menyetujui pernikahan dan membawa korban ke luar negeri, pelaku akan memaksa korban untuk bekerja atau melakukan tindakan lain yang tidak diinginkan.

3. Prostitusi

Pelaku merekrut korban dengan iming-iming pekerjaan sebagai model, pelayan di kafe atau restoran, atau pekerjaan lainnya yang tidak berhubungan dengan prostitusi. Namun, setelah tiba di tempat tujuan, korban dipaksa untuk menjadi pelacur atau pekerja seks komersial.

4. Jual beli anak

Pelaku dengan modus akan mengadopsi anak-anak atau mengambil anak secara paksa dari keluarganya untuk dijual ke pasar gelap. 

Anak-anak yang dijual dapat digunakan untuk kepentingan seksual, kerja paksa, transplantasi organ tubuh (jual beli organ tubuh) atau aktivitas kriminal lainnya.

5. Pekerja rumah tangga

Pelaku merekrut korban untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga dengan janji-janji gaji yang tinggi dan fasilitas yang baik. Namun, setelah tiba di tempat tujuan, korban seringkali dipaksa untuk bekerja tanpa gaji dan diperlakukan dengan kejam.

Modus operandi pelaku TPPO dapat berubah dari waktu ke waktu dan tergantung pada kondisi sosial dan ekonomi di suatu daerah.

Sekarang ada modus baru yang menyasar kaum muda milineal, khususnya yang paham Informasi Teknologi (IT). Sehingga perekrutannya juga melalui platform digital yang akrab bagi calon korban yaitu melalui media sosial Facebook, Instagram, WhatsApp, Telegram, dan lain-lain. 

Sweetener (pemanis) untuk menarik perhatian kaum muda milenial tetap sama yaitu diimingi-imingi dengan gaji yang tinggi dari gaji pada umumnya, agar calon korban lebih terpesona ditambah dengan bonus komisi, akan disediakan tempat tinggal dan makan dengan fasilitas gymnastik. 

Bahkan pelaku kejahatan lebih meyakinkan korban, semua biaya perjalanan ke tempat tujuan ditanggungnya alias gratis. Biasanya dalam beberapa kasus TPPO pelakunya mulai kelihatan kecurangannya yaitu ketika awal perekrutan korban. 

Korban sudah menderita kerugian yaitu dengan meminta ongkos perjalanan terlebih dahulu. Kemudian pelaku TPPO setelah menerima ongkos perjalanan menghilang dan si korban tidak jadi berangkat seperti yang dijanjikan. 

Untuk menghilangkan rasa curiga korban, kali ini perusahaan perekrut menjanjikan bahwa ongkos perjalanan mereka yang menanggung sepenuhnya.

Hebatnya lagi perusahaan yang merekrut kaum milenial yang dijanjikan bekerja di bidang IT di luar negeri ini, bisa menampilkan perusahaan yang sah dan bonafide. 

Kenyataannya adalah bahwa anak-anak muda milenial ini ujung-ujungnya dipekerjakan sebagai penipu daring (online scammer) dan tukang judi daring.

Direktur Ekskutif Migrant Care Wahyu Susilo menggambarkan sepanjang 2022, misalnya Migrant Care menerima 271 pengaduan warga negara Indonesia (WNI) yang bekerja di sejumlah negara, antara lain Malaysia, Kamboja, Filipina, Myanmar, Laos, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Irak dan Libya. Dari jumlah itu, 189 WNI mengadu sebagai korban TPPO dan ditempatkan bekerja sebagai penipu daring dan tukang judi daring (Kompas, 29 April 2023).

Penderitaan bukan hanya berakhir dengan melakukan pekerjaan ilegal di luar negeri, tapi mereka juga diancam dan diperlakukan tidak manusiawi, berbeda jauh dengan janji-janji sebelum berangkat.

Salah satu keluarga warga negara Indonesia (WNI) yang diduga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) sindikat penipuan kerja di Myanmar, mengaku anaknya mendapat pengancaman dari pihak perusahaan.

Diketahui, sebanyak 20 WNI yang terkena modus janji pekerjaan di Myanmar, diduga telah disekap, disiksa, diperbudak, dan diperjualbelikan.

Menurut informasi orang tua korban tersebut yang diperolehnya dari anaknya, para WNI di Myanmar itu juga mendapat pengancaman tak bisa pulang dari pihak perusahaan.

"Bahkan, terakhir kita dapat konfirmasi dari anak-anak, yang mana perusahaan itu bilang tidak ada yang bisa jemput kalian di sini bahkan Presiden Jokowi pun. Itu statement-nya perusahan kemarin," kata salah satu anggota keluarga korban di Lobi Bareskrim dalam rangka melaporkan ke polisi atas nasib anaknya di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (2/5/2023).

Walaupun berdasarkan Pasal 59 UU TPPO Pemerintah wajib untuk melaksanakan kerjasama internasional, baik yang bersifat bilateral, regional, maupun multilateral, tapi tentunya tidaklah mudah. 

Misalnya dalam kasus Myanmar yang orang tuanya melapor ke Bareskrim Polri, upaya pemerintah melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk memulangkan para WNI tersebut juga menemui jalan terjal. Sebab, perusahaan online scamming tersebut berlokasi di wilayah yang dikuasai oleh pemberontak di Myanmar. Akibat sulitnya lokasi tersebut, kepolisian dan pemerintah Myanmar yang telah dimintai bantuan untuk memulangkan para WNI itu juga kesulitan.

Upaya-upaya Preventif untuk Menghentikan TPPO

Pemerintah dan masyarakat harus serius melihat permasalahan TPPO, karena beberapa pengamat melihat khusus masalah TPPO yang merekrut kaum milenial menjadi operator penipu daring dan penjudi daring dengan memulangkan korban kembali belum meyelesaikan masalah. Kekawatiran pengamat tidak berlebihan karena bisa saja setelah dipulangkan ke tanah air yang semula korban kemudian menjadi pelaku kejahatan penipu daring dan judi daring. 

Selama mereka jadi korban, mereka telah belajar banyak keahlian untuk melakukan kejahatan tersebut dan mereka juga sangat paham bahwa kejahatan penipuan dan judi daring sangat menjanjikan memperoleh uang mudah dan banyak dalam waktu singkat.

Semoga Pemerintah menyadari betul keseriusan dampak masalah ini dan melakukan langkah-langkah preventif strategis dan efektif agar bisa ditanggulangi. 

Sementara sebagai masyarakat ini adalah beberapa tindakan preventif yang dapat dilakukan untuk menghindari menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

1. Waspadai tawaran pekerjaan yang terlalu menggiurkan

Pastikan untuk melakukan pengecekan yang teliti sebelum menerima tawaran pekerjaan, terutama jika tawaran pekerjaan itu datang dari orang yang tidak dikenal atau lewat media sosial. 

Konfirmasi kepada instansi terkait atas entitas perorangan atau perusahaan yang menawarkan pekerjaan ke luar negeri.

2. Pertimbangkan risiko perjalanan

Sebelum melakukan perjalanan ke luar negeri, pelajari terlebih dahulu tentang tempat tujuan dan bahaya yang mungkin terjadi di sana. Selalu menjaga tetap kontak dengan saudara atau orang tua di tanah air. 

Pastikan juga bahwa perjalanan Anda dilakukan secara resmi dan dengan menggunakan agen perjalanan yang terpercaya. 

Selain itu sebelum berangkat yakin telah memenuhi prosedur hukum untuk bekerja di luar negeri seperti memiliki visa kerja di negara tujuan.

3. Jangan mengirimkan uang atau data pribadi

Jangan memberikan informasi pribadi atau mengirimkan uang kepada orang yang tidak dikenal atau yang menawarkan pekerjaan atau kesempatan yang terlalu menggiurkan. Bisa jadi mereka adalah penipu dan pelaku kejahatan TPPO.

4. Tingkatkan kesadaran tentang perdagangan orang

Pelajari tentang tindak pidana perdagangan orang dan bagaimana cara melaporkannya. Pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang masalah ini dapat membantu mencegah terjadinya kejahatan TPPO.

5. Jangan mudah percaya dengan janji-janji

Jangan percaya dengan janji-janji orang yang tidak dikenal atau yang menawarkan sesuatu yang terlalu baik untuk menjadi kenyataan (too good to be true). Pastikan bahwa janji tersebut dapat dibuktikan dan dapat dipertanggungjawabkan.

Menerapkan tindakan preventif ini dapat membantu mencegah terjadinya tindak pidana perdagangan orang dan mengurangi risiko menjadi korban. Oleh karena itu, penting untuk selalu waspada dan berhati-hati dalam setiap langkah yang kita lakukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun