Ilustrasi ; Hate Speech, dal web
Apakah Lina Mukherjee Akan Jadi Korban Pasal Hate Speech (Ujaran Kebencian) Berikutnya?
oleh Handra Deddy Hasan
Menurut Pasal 28 Ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Undang-Undang ITE), Â hate speech (ujaran kebencian) dirumuskan sebagai berikut;
"Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)."
Ujaran kebencian atau hate speech dapat didefinisikan sebagai segala bentuk pengucapan atau tindakan yang menunjukkan rasa benci atau permusuhan terhadap individu atau kelompok tertentu berdasarkan pada suku, agama, ras, atau golongan tertentu.
Namun, karena ujaran kebencian merupakan konsep yang bersifat subyektif dan konteksual, maka definisinya dapat banyak diperdebatkan dan multitafsir, sehingga sebagian masyarakat menjulukinya sebagai "pasal karet". Saking elastisnya pasal ujaran kebencian sering dicurigai dipergunakan sebagai alat mengkriminalisasi seseorang.
Centre for Strategic and International Studies (CSIS) bekerjasama dengan Asia Pacific Partnership for Atrocity Prevention mengadakan pelatihan selama 2 hari pada awal Maret 2023 di Bandung mengenai ujaran kebencian, disinformasi dan hasutan perbuatan kekerasan. Kesimpulan hasil pertemuan selama 2 hari tersebut menyatakan bahwa hingga saat ini belum ada definisi yang jelas tentang ujaran kebencian dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Perumusan yang ada dalam perundang-undangan Indonesia masih berupa konsep yang bersifat subyektif dan kontekstual.  (Kompas, Jumat 28 April 2023)
Hal-hal yang Membuat Pasal Ujaran Kebencian Kontroversial. Â
Beberapa hal yang dapat menyebabkan multitafsir dalam definisi ujaran kebencian berdasarkan materi pasal perundang-undangan yang ada, antara lain:
1. Toleransi budaya yang berbeda:
Setiap suku dan budaya memiliki standar yang berbeda dalam hal toleransi dan pemahaman tentang ujaran kebencian. Sebagaimana kita ketahui bahwa nasionalisme Indonesia dibentuk dari beragam suku dan adat. Oleh karena itu, definisi ujaran kebencian dapat berbeda-beda dalam berbagai konteks budaya. Bagi suatu suku mungkin suatu ucapan, tindakan bukanlah sesuatu yang buruk dan menunjukkan ujaran kebencian, tapi bagi adat suku lain merupakan hal yang tabu dan dapat dikatagorikan sebagai ujaran kebencian.