Ada lagi pengemudi yang ndableg banget, jelas2 dibelakangnya ada mobil Pemadam Kebakaran, Ambulan, iring2an jenazah dll, Â bukannya ngasi jalan, malah mempercepat laju kendaraannya, sepertinya tidak rela disalib/didahului (melanggar Pasal 134 UU Lalin). Malah pada tanggal 14 Agustus 2020 menurut pengakuan Damu Sutendi (56) supir ambulan Puskesmas Leles, dia telah dihalangi2 oleh pengemudi mobil Kijang ketika mebawa pasien ke RSUD Garut. Jarak yang biasanya ditempuh 10 menit akhirnya menjadi lebih molor lebih dari 15 menit, akibatnya pasien anak yang dibawanya dalam keadaan kritis, meninggal sesampainya di RSUD Garut.
Sebaliknya ada pula pengemudi berusaha menerobos kemacetan dengan menghidupkan sirene dan lampu biru kedap kedip, padahal bukan dari aparat kepolisian (melanggar Pasal 59 (5) huruf a UU Lalin).
Kalau mengingat iring2an jenazah, kerap kali kerabat yang meninggal mengawal iring2an dengan jumawa mengatur iring2an seenaknya yang kadang membahayakan dirinya dan juga orang lain, padahal yang berhak sesuai UU melakukan pengawalan iring2an hanya pihak kepolisian (melanggar Pasal 12 huruf e UU Lalin). Hal ini juga kita lihat dilakukan komunitas tertentu pada waktu mereka konvoi beriringan rame2 di jalan raya.
Pada waktu malam memang setiap kendaraan wajib menggunakan lampu utama, tapi ada pula pemilik kendaraan yang memasang lampu utama yang sangat menyilaukan sehingga membahayakan kendaraan yang berpapasan dengannya (melanggar Pasal 48 (3) huruf g UU Lalin). Maksudnya mungkin agar pengemudi dengan jelas melihat jalan di malam hari, tapi tidak memperhitungkan keselamatan kendaraan lain yang berpapasan. Apalagi kalau pemasangan arah lampu utamanya agak naik sehingga langsung ke mata pengemudi yang berpapasan. Kebayang nggak gimana gelalapannya kita bila berpapasan dengan mobil ini dimalam hari. Ada juga mobil yang memasang klakson yang nyaring sekali, tidak standard (mungkin selama ini pendapatnya selalu dicuekin  orang he he). Malah ada yang memasang lampu rem tambahan, maksudnya mungkin ingin mengingatkan kendaraan di belakang bahwa dia lagi ngerem, tapi malah mengganggu pengemudi kendaraan dibelakangnya karena menyilaukan.
Saat ini penggunaan pemasangan safety belt untuk pengemudi nampaknya bukan masalah lagi, namun pemakaian safety belt untuk penumpang di sebelah pengemudi masih merupakan masalah, karena masih banyak penumpang yang tidak pakai (melanggar Pasal 106 (6) UU Lalin).
Kalau anda berwisata ke Danau Maninjau di Sumatera Barat berangkat dari Kota Bukittinggi, setelah menempuh perjalanan kira2 60 menit dari Bukittinggi anda akan menemukan jalan berliku menuruni puncak bukit Lawang menuju danau. Jalan berliku tersebut terkenal dengan julukan "kelok 44", maksudnya jalan tersebut mempunyai tikungan tajam sejumlah 44, anda nggak perlu repot menghitungnya karena sekarang tiap tikungan tersebut ditulis tikungan keberapa. Yang menjadi masalah adalah bahwa saking tajamnya tikungan yang membentuk sudut 360 derajad, sehingga kendaraan tidak bisa berpapasan di setiap tikungan tersebut. Namun ada saja pengemudi yang meluncur dari atas bukit yang tidak memberikan prioritas kepada kendaraan yang mendaki pada waktu mobil berpapasan (melanggar Pasal 111 UU Lalin). Bisa dibayangkan betapa berbahayanya tingkah pengemudi begini, karena jalan curam, tikungan tajam dengan jurang menganga.
Kecanduan orang menggunakan telpon genggam tidak diragukan lagi. Banyak pengemudi baik motor maupun mobil tetap menggunakan telpon genggam pada waktu mengemudi (melanggar Pasal 283 UU Lalin). Padahal resikonya sangat besar, kelengahan hanya beberapa detik dalam kecepatan tertentu telah membuat mobil melesat beberapa meter tanpa kendali. Penggunaan telpon genggam pada waktu mengemudi betul2 mengundang bencana.
Pada tengah malam menjelang pagi, kadang2 diwaktu sahur di bulan Ramadhan sering polisi di kota2 tertentu dibikin repot karena adanya "balapan liar" yang dilakukan anak2 muda yang kelebihan hormon (melanggar Pasal 115 huruf b UU Lalin).
Pada daerah2 tertentu yang dekat pergudangan atau pabrik banyak truk2 yang bertonase besar melalui jalan2 kecil yang seharusnya tidak sesuai kelasnya (Pasal 125 UU Lalin).
Sering juga kita lihat dijalan2 mobil pick up membawa barang2 yang ringan seperti kasur busa dll dengan ukuran yang tidak sesuai dengan kapasitasnya (melanggar Pasal 169 (1) UU Lalin). Saking besarnya ukuran muatan mobil tersebut kadang seperti kehilangan keseimbangan ketika angin bertiup agak kencang dan kita yang kebetulan sedang berada dibelakang pick up tersebut, pasti deg2an.
Pada waktu pemerintah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), perpindahan masyarakat sangat dibatasi, tapi perpindahan barang tidak dilarang. Ada saja akal2an orang agar tetap bisa mudik pada waktu lebaran dengan cara menyelundupkan orang ke dalam mobil barang ( melanggar Pasal 137 (4) UU Lalin).
Kalau kita bepergian di daerah Pantura atau Lintas Sumatera pada waktu bulan2 "musim" nikah, di beberapa ruas jalan diokupasi untuk acara pesta nikah ( melanggar Pasal 127 (1) UU Lalin). Bahkan ada juga yang mendirikan semacam kotak sumbangan di tengah jalan baik untuk kegiatan sosial maupun kegiatan keagamaan, sehingga pengendara harus memperlambat laju kendaraan agar tidak terjadi kecelakaan (melanggar Pasal 28 (1) UU Lalu lintas).