Mohon tunggu...
Ari Handoko
Ari Handoko Mohon Tunggu... pegawai negeri -

berkata jujur, berbuat kebaikan, menyayangi sesama umat, akan menolong dirinya dan selalu mendapatkan kasih sayang tuhan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Generasi Petani Menghilang

30 Agustus 2016   05:45 Diperbarui: 30 Agustus 2016   07:31 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Indonesia adalah negara agraris dengan lahan pertanian yang luas dan tanahnya sangat subur. Iklimnya pun sangat mendukung, berbagai jenis tanaman dapat tumbuh secara bergantian sepanjang tahun. Berbagai macam produksi pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan, maupun perikanan dapat dihasilkan setiap saat, baik di musim kemarau maupun musim penghujan.

Gemuruhnya industri dan kemajuan teknologi yang mengotori lingkungan dan merusak alam, lebih diminati masyarakat dan memperoleh prioritas setiap tatanan pembangunan. Dunia pendidikan pun menganaktirikan dunia agraris/pertanian. Apabila kita amati bersama, lebih banyak dan lebih mudah mencari kios hp/ laptop dan hasil industri lainnya, termasuk dealer motor dibanding mencari kios alat-alat serta bahan pertanian. Begitu juga dalam kurikulum pendidikan, belum pernah ada kurikulum yang berorientasi  pada dunia agraris, kalau toh ada hanya sebagai muatan lokal tanpa ada guru yang membidangi.

Sebelum tahun 1980 masih banyak dijumpai petani atau orang-orang bekerja di sawah, ladang, perkebunan, atau dunia agraris lainnya. Dengan kesederhanaan dan keterbatasan mereka setia menggarap sawah dan ladangnya. Seiring berkembangnya teknologi, berkembangnya media elektronik terutama televisi dan alat komunikasi dicanangkannya wajib belajar, petani atau pekerja agraris lainnya terus berkurang. 

Bahkan sekarang hanya satu dua orang saja di lahan, itupun kondisinya sudah tua dengan latar belakang pendidikan rendah. Seolah-olah pertanian tidak memiliki arti penting bagi pembangunan bangsa, padahal sektor tersebutlah yang memberikan andil besar dalam menyediakan bahan pokok kehidupan atau sering disebut sembako. 

Seiring berjalannya waktu, penduduk terus berkembang, kebutuhan bahan pokok dan kebutuhan lahan untuk tempat tinggal dan tempat usaha terus bertambah. Berkurangnya lahan pertanian untuk mencukupi kebutuhan tersebut akan berpengaruh menurunnya produktivitas pertanian di negeri ini.

Sangat ironis, sebuah negara agraris yang subur dengan sdm berlimpah harus mengimpor bahan pokok seperti beras, kedelai, dan lainnya dari luar negeri. Tak kalah memprihatinkan banyaknya pengangguran di negeri yang sangat potensi dengan lapangan kerja.

Semestinya Indonesia sebagai negara agraris mampu menjadi pemasok kebutuhan pokok di berbagai negara di belahan dunia, apabila sektor pertanian memperolah prioritas dalam pembangunan, maupun pendidikan. Selama ini belum pernah sektor pertanian atau dunia agraris masuk agenda pembahasan dalam sidang legislatif, maklum tak satupun di antara beliau-beliau yang mengaku wakil rakyat tak satupun yang berasal dari petani.

Dapat kita bayangkan Indonesia 25 tahun yang akan datang, dimana telah menjadi impian para petinggi negara menjadikan “Indonesia Emas”. Sejak tahun 1980-an pekerja di sektor pertanian terus berkurang, hingga sekarang hanya sekelompok petani yang bertahan, itupun kondisinya sudah tua dan sebentar lagi mereka tak mampu bekerja. 

Sementara generasi penerusnya terbuai dengan kemajuan teknologi dan dipasung dengan wajib belajar 9 tahun atau lebih, sehingga meninggalkan lahan pertanian serta disibukkan berbagai kegiatan pendidikan di sekolah. Kemungkinan 25 tahun yang akan datang kita akan kehilangan generasi petani setelah para petani sekarang menghilang karena usia. 

Hal itu mungkin saja terjadi karena generasi sekarang terbius kemajuan teknologi dan tidak lagi mengenal dunia agraris. Penulis memberikan gambaran demikian karena di era sekarang hampir semua kalangan tidak lepas dari alat komunikasi dan transportasi seperti hp atau sejenisnya dan kendaraan bermotor. Tangan-tangan mereka lincah bermain tombol-tombol digital dan mengendarai kendaraan di jalan. Tetapi ketika melihat di lahan pertanian, terlihat segelintir orang yang sudah tua dan membungkuk dengan sisa-sisa tenaga yang dimiliki harus bekerja keras guna memberi makan jutaan anak negeri.

Keadaan tersebut tentu tidak akan terjadi apabila semua komponen kehidupan di negeri ini dunia agraris mendapat perhatian, baik dikalangan legislatif, birokrat, maupun masyarakat. Semoga kedepan petani atau rakyat kecil tidak hanya dijadikan objek politik tetapi mendapat tempat penting di dunia politik. Janganlah mengaku wakil rakyat kalau tidak memikirkan rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun