Perkumpulan adalah sarana dasar melakukan perubahan. Saya masih ingat betul kata-kata KH. Ahmad Dahlan dalam film sang pencerah yang mengatakan bahwa untuk melakukan sebuah perubahan diperlukan sebuah perkumpulan, tanpa itu perubahan tak mungkin terjadi. Persoalan yang muncul sekarang adalah, seperti apa perkumpulan yang ideal itu? Opini saya kali ini, tidak ingin mengulas mengenai cara mendirikan sebuah perkumpulan atau menjalankan perkumpulan, tetapi saya lebih menyoroti dasar internal sebuah perkumpulan.
Perkumpulan jika kita sejajarkan dengan komunitas atau mungkin acara ariasan, maka perkumpulan disini dapat kita definisika sebagai berkumpulnya sekelompok oarang dalam suatu tempat dengan kesamaan fisi dan misi. Perkumpulan dalam sebuah komunitas misalnya, sebut komunitas pecita alam sebagai contohnya. Hubungan internal terlihat dari keakraban anggotanya, dimana keaktivan dalam setiap kegiatan yang di programkan maupun hubungan personal sangat mencerminkan  kedekatan personalnya. Sekarang coba kita cek perkumpulan pada sebuah arisan, tarik satu contoh arisan ibu-ibu PKK misalnya. Kegiatan arisan yang biasanya dilakukan setiap bulan atau minggu ini ternyata sangat efektif untuk menjalin silaturahmi antar ibu-ibu. Namun contoh itu bukanlah suatu perkumpulan yang menelurkan sebuah perubahan. Lalu perkumpulan seperti apa yang mampu malahirkan sebuah perubahan? Tariklah contoh dedengkot perkumpulan Indodesia yang mengetuai sebuah perkumpulan klasik bangsa ini, sebutlah namanya Dr. Wahidin Soediro Hoesodho. Tokoh Budi Utomo itu berhasil menelurkan kebangkitan nasional bangsa Indonesia. Lalu seperti apa hubungan ideal personal yang terjadi dalam perkumpulan BU?
Saat itu perkumpulan BU terkenal sebagai perkumpulan para priyayi yang condong ke arah kejawen. Masyarakat proletar tak mungkin mampu menyentuh perkumpulan ekslusiv ini. Hubungan dengan dunia bawah seperti terampas oleh jurang pemisah strata sosial yang ketat. Mungkin fenomena itu muncul dikarenakan tidak adanya kaum cerdik cendekiawan yang lahir dikalangan proletar, sementara harapan kalangan lain yang mungkin masuk hanya kalangan kyai, itu pun sangat sulit karena podasi awal kaum BU condong kejawen yang bertentangan dengan faham islam di kauman waktu itu.
Saat itu kaum kyai yang terpusat di kauman bisa dikatakan condong istana sentris, dimana raja dalam hal ini Sultan dijadikan simbul dengan julukan Khalifatullah panotogomo. Islam kala itu sangat ortodok, kolot dan menolak perubahan secara signifikan. Tengok saja sekolahan islam yang dikembangkan pesantren kala itu dan mungkin di era sekarang masih ada sedikit kekakuan-kekakuan walaupun tidak seekstrim dahulu. Kekakuan itu terlihat jelas dari perabotan yang digunakan, jika berbau kolonial mereka sangat anti pati, padahal sikap itu sudah jelas bukan merupakan sikap yang bijak untuk menuju sebuah perubahan menuju kemajuan. Sampai saat seseorang dari kaum kyai kauman yang bergelar KH. Ahmad Dahlan mencoba melakukan sebuah perubahan. Langkah beliau muncul dari pemikirannya yang terbentuk saat pergi hajinya yang pertama. Pelajaran yang dipengaruhi oleh gurunya Ahmad Khatib dan teman-teman hajinya itulah yang membuat pandangan berbeda dalam penyikapan menuju sebuah kemajuan. KH Ahmad Dahlan mendirikan sekolah islam, bergaul dengan kelompok BU dan mendirikan perkumpulan Muhamadiyah. Perubahan yang luar biasa untuk seukuran golongan kiai kala itu. Berkat perkumpulan perubahan pun terjadi.
Komunitas, perkumpulan islam, arisan sudah kita singgung di sini, namun ada lagi suatu perkumpulan yang melahirkan perubahan, yakni demonstrasi. Yang mungkin penjadi pertanyaan awal disini adalah, kenapa demonstrasi kita masukkan dalam kelompok yang kita sebut dengan perkumpulan. Jika kita tilik sebentar tentang arti sebuah perkumpulan yang sempat kita rumuskan di atas, maka demonstrasi juga dapat kita masukkan kedalam golongan perkumpulan. Demonstrasi adalah sekelompok arang dalam suatu tempat dan waktu yang sama dengan misi han visi yang sama pula. Tengoklah aksi demontrasi mahasiswa '98. Peristiwa berdarah kala itu terbukti mampu membuat sebuah perubahan dan melahirkan babak baru sejarah bangsa kita. Tumbangnya rezim suharto kala itu termasuk prestasi yang luar biasa. Suharto yang notabene presiden dengan kediktaktoran dan kesaklekan bagai raja Jawa yang absolut sangat tidak mungkin dapat disentuh apalagi untuk ditumbangkan. Namun terbukti, sebuah perkumpulan mampu menumbangkannya.
Perkumpulan yang kita ulas di atas memiliki karakter yang berbeda-beda. Kita mulai saja dengan komunitas pecinta alam yang kita contohkan tadi. Komunitas ini dibangun dengan pondari hubungan kekeluargaan. Kedekatan antar anggotanya bisa dibilang sangat kuat. Toleransi yang mereka miliki sangat besar. Lain lagi dengan arisan yang dilakukan ibu-ibu PKK. Perkumpulan semacam ini hanya tempat pengakraban personal di kalangan ibu-ibu, sulit untuk berkembang, kedekatannya lumayan tetapi tidak memiliki toleransi secara personil yang tulus. Berbeda lagi dengan perkumpulan yang dilakukan oleh BU. Perkumpulan politik ini sangat hati-hati dan waspada. Kesalahan penyikapan sebuah informasi atau pengkhianatan suatu anggota sangat berakibat fatal. Hubungan personal yang dibangun dalam perkumpulan semacam ini diliputi kepentingan, namun pada dasarnya kedekatan personal yang mereka bangun hampir sama dengan sebuah komunitas pecinta alam. Mereka yang loyal dan konsisten dengan perkumpulan ini memiliki medekatan personal yang bisa kita bilang 'sehidup semati'
Perkumpulan selanjutnya adalah perkumpulan keagamaan seperti Muhamadiyah. Perkumpulan ini, seperti yang dikatakan pendirinya 'hidup-hidupilah Muhamadiah, jangan mencari hidup di Muhamadiah' memiliki hubungan kekeluargaan yang kuat dan loyalitas yang tinggi. Perkumpulan semacam ini memang rentan dengan penyalahgunaan, seperti ketika personil perkumpulan ini bersinggungan dengan politik, maka jamaah akan dimanfaatkan sebagai masa pendukung. Fenomena seperti itu dapat dipandang miring oleh anggota lain yang tak sefaham atau memiliki kepentingan berbeda. Alhasil hubungan internal perkumpulan seperti ini dapat dikatakan agak carut marut karena banyak pihak yang mencoba memanfaatkannya, meskipun terlepas dari oknum yang tidak bertanggung jawab tadi,pada dasarnya hubungan ideal perkumpulan semacam ini sangat erat dan kuat.
Perkumpulan yang terakir adalah demonstrasi. Demonstrasi adalah perkumpulan yang unik, dimana tak semua anggota saling kenal dan sekarakter. Banyak kemungkinan terjadi dan banyak pihak yang bermain dalam sebuah demonstrasi. Visi misinya memang satu, namun di balik itu semua ada kemungkinan adanya provokar maupun pihak yang mengambil keuntungan dari sebuah demonstrasi. Tak jarang pelaku demo hanyalah alat yang dibayar atau korban frovokasi dari pihak yang ingin perubahan yang menguntungkan untuk dirinya sendiri. Namun terlepas dari itu semua, sebuah demonstrasi memiliki hubungan personal antar pelaku demo yang sangat kuat meskipun mereka belum tentu saling kenal satu dengan lainnya.
Pandangan tentang hubungan personal dalam sebuah perkumpulan memang selalu mendapat celah yang kontroversif dan menarik untuk di utak atik. Sajian ini hanyalah opini brutal yang sangat mungkin terjadi dalam fenomena sebuah perkumpulan. Semoga sajian ini dapat menyegarkan para pembaca sekalian.
Sekian.