Filosfi umunya masyarakat beranggapan bahwa hewan yang besar ialah pemenangnya. Bagaimana tidak, beruang yang bobot tubuhnya berkali kali lebih berat dari semut bisa kalah dengan semut yang hanya sebesar biji jagung. Jelas Beruang pemenangnya tetapi jika kekuatan sekelompok semut di satukan ? bagaimana hasilnya?
Pada dasarnya hal ini juga kerap kita temui pada sistem politik di Indonesia ”hlooo kok bisa ?” karena masyarakat di Indonesia kerap kali tergiur oleh Rupiah yang berserakan. Di jaman sekarang siapa yang tak butuh Rupiah? Opini masyarakat tentang “Uang adalah Segalanya, dengan Uang semua mudah” yang membuat kecurangan kerap kali terjadi. Demi kepentingan pribadi tanpa memikirkan kerugian masyarakat.
Kepentingan seperti ini biasa di lakukan pihak pengguasa untuk mempertahankan kekuasaan dan merentangkan lebar sayap sayapnya memperbanyak wilayah kekuasaan. Banyak cara pengguasa ‘berUANG’ untuk memuluskan kepentinganya dengan cara menggunakan pelicin “Uang”salah satunya menggunakan media televisi. Seperti halnya ketika pengguasa dalam menjalankan kampanye, mereka memberikan rupiah demi rupiah kepada media untuk memberitakan “editing” tentang penguasa (pencitraan) pada opini masyarakat menjadi sosok yang baik menggunakan media, dan sehingga pola pikir masyarakat terpengaruhi “Teori Hegemoni” secara perlahan-lahan tanpa di sadari masyarakat.
Media sendiri sanggat berperan penting khususnya televisi dalam kehidupan masyarakat Indonesia, selain itu media melalui televisi sanggat cepat dan aktual dalam menyampaikan berita kepada khalayak. Pada celah ini di manfaatkan oleh pemilik stasiun televisi untuk memberitakan berita yang dapat menguntungkan bagi pihaknya. Dalam perkembangan modern ini banyak pemilik stasiun televisi yang terjun pada kancah perpolitikan di Indonesia. Sehingga media lebih mengarahkan khalayak kepada opini tertentu (kepentingan politik) “Framing Theory” Hal ini juga yang seringkali dirasakan, mengapa sebuah isu gampang berganti dengan isu lainnya, tetapi orang lain yang diterpa isu tersebut terkesan tidak merasakan perubahan yang sebenarnya telah dirancang oleh media massa.
Pola pikir masyarakat yang sudah terpengaruh dengan pihak pengguasa akan membuat sebuah kaum “Mayoritas” yang akan mendominas dan membungkam kaum “Minoritas” di karenakan jumlah “Mayoritas” lebih banyak dari pada “Minoritas” maka dari itu aspirasi dari pihak “Minoritas” cenderung tidak di perhatikan (kebanykan lebih memilih diam) “Theory Spiral of Silent”. Sama halnya pemerintahan di Indonesia, banyak orang-orang yang sebenarnya aspirasi mereka dapat di pertimbangkan tetapi malah di bungkam suaranya. Kaum “Minoritas” yang bersifat berontak kepada pemerintahan yang sering di sebut kaum minoritas Hardcore‘Semut’.
Kaum Hardcore akan melawan pengguasa dan ingin memrebut hak-hak yang seharusnya di dapatkan (menyamaratakan) yang sudah direbut oleh pengguasa “Mayoritas”. Maka itu pihak pemberontak akan memberikan perlawanan kepada pengguasa. Tidak selamanya juga pengguasa akan menang melawan kaum “Minoritas” , di karenakan kaum “Minoritas” juga membuat kekuatan ‘semut’. Walau kaum “Minoritas” tidak mempunyai kekuasaan yang luas tetapi “Minoritas” akan berusaha terus menurus memperjuangkan hak nya. Sama halnya ketika semut (Kecil) melawan beruang (besar) jika semut mempersatukan kekuatan dan bekerja sama untuk melawan beruang, tidak di pungkiri semut juga bisa menang melawan beruang ? :-D
Bisa kita simpulkan bahwa perkembangan zaman yang begitu cepat terutama pada media di manfaatkan dengan kepentingan-kepentingan politik. Di samping itu pola pikir masyarakat juga ikut berkembang seiring berkembangnya itu semua, ada yang menyikapinya dengan kritis ada juga yang tidak sadar sudah terpenggaruh dengan berita-berita yang di sampaikan kepada khalayak. Semua itu tergantung pada individu masing-masing, bagaimana cara menyikapi perkembangan media dan zaman yang begitu cepat. Semakin kita peka akan semua hal yang terjadi di sekitar kita, kita juga akan semakin netral dalam memilih wacana dan dalam berpola pikir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H