Mohon tunggu...
Handi Aditya
Handi Aditya Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja teks komersil. Suka menulis, walau aslinya mengetik.

Tertarik pada sains, psikologi dan sepak bola. Sesekali menulis puisi.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Ketika Monopolistik UEFA Digugat Putin-nya Sepak Bola

9 Maret 2022   18:39 Diperbarui: 9 Maret 2022   18:46 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Putusan ini juga berbuntut pada akan diawasinya UEFA oleh Pengadilan Eropa di Luksemburg. Pengadilan akan mempelajari indikasi praktek-praktek monopolistik yang disinyalir dilakukan UEFA atas sepakbola Eropa.

Peristiwa ini semestinya bisa cukup menyadarkan banyak pihak, bahwa selama ini UEFA telah menempatkan diri mereka sebagai regulator tunggal merangkap operator eksklusif, sekaligus pemilik hak kompetisi sepak bola Eropa. Mereka tak hanya melakukan praktek-praktek monopolistik, melainkan juga kartel.

Posisi ini jelas berpotensi merusak sepak bola berikut industri yang menyertai di baliknya. Sepanjang sejarahnya berdiri, baru sekali ini UEFA dipermalukan secara sangat telanjang oleh para klub anggotanya.

Isu mengenai Liga Super Eropa sebetulnya sempat sedikit mereda, banyak pengamat meyakini terjadi konsolidasi antara UEFA dan para inisiator. Akan tetapi perseteruan kembali memanas, ketika Ceferin menyerang Agnelli dengan menyebutnya sebagai "Putin-nya sepak bola".

Alih-alih menerangkan dan memberi sanggahan kepada publik mengenai kecurigaan terkait praktek monopolistik, Ceferin justru menyerang lawannya secara personal. Padahal publik menunggu UEFA mengeluarkan bantahan terhadap Agnelli dkk, melalui debat argumentatif yang sehat dan berbasis data.

Agnelli sendiri tampak tak tertarik menimpali serangan-serangan yang bersifat nir-intelektual. Disamakan dengan sosok Putin, tentu tak melulu berkonotasi negatif. Tergantung dari sudut pandang mana orang mau melihatnya.

Dalam sebuah kesempatan di acara Bussiness of Football Summit Financial Times di London (3/3/2022), Agnelli lebih tertarik menjelaskan komitmennya terhadap reformasi di tubuh UEFA. Ia meyakini sudah waktunya federasi sepak bola yang menjadi episentrum pasang mata dunia itu, menanggalkan jubah kemonarkiannya yang tak lagi relevan dengan zaman.

Sebagaimana yang dilakukan Putin terhadap NATO hari ini, Agnelli sebetulnya tengah berupaya menciptakan ekosistem sepak bola baru di Eropa yang jauh lebih ideal. Baik itu secara kompetisi, maupun secara tata kelola federasi.

Untuk melawan kesewenang-wenangan dan menciptakan keseimbangan baru, terkadang dunia membutuhkan "orang-orang gila" macam Putin. Agnelli rela memainkan peran itu.

Tentu gagasan mereformasi UEFA bisa saja kandas di tengah jalan. Cita-cita Agnelli melahirkan Liga Super Eropa boleh jadi juga cuma akan ada di level angan-angan. Namun itu tak berarti UEFA akan selamat di lain hari. Sepak bola akan terus berevolusi menuju bentuknya yang paling ideal.

Dengan atau tanpa keberadaan Liga Super, atau bahkan tanpa keberadaan UEFA. Percayalah, sepak bola niscaya akan menemukan jalan menuju perubahannya sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun