Mohon tunggu...
E HandayaniTyas
E HandayaniTyas Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

BIODATA: E. Handayani Tyas, pendidikan Sarjana Hukum UKSW Salatiga, Magister Pendidikan UKI Jakarta, Doktor Manajemen Pendidikan UNJ Jakarta. Saat ini menjadi dosen tetap pada Magister Pendidikan Program Pasca Sarjana Universitas Kristen Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Bertobat Sebelum Tamat

31 Agustus 2023   12:53 Diperbarui: 31 Agustus 2023   13:12 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Mendengar kata bertobat sepertinya penulis hendak berkotbah, tapi maaf karena tidaklah cocok kalau penulis harus berkotbah di tulisan ini. Pada kesempatan yang indah ini yaitu di penghujung bulan Agustus 2023, tanggal 31 Agustus 2023 genap sudah ada 25 tulisan yang semuanya berorientasikan tentang sikap kita sebagai Warga Negara Indonesia yang baik dan benar, yang tetap bersemangat untuk ikut memberantas korupsi di Indonesia. Rasa syukur kepada Tuhan dan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya penulis sampaikan kepada semua pembaca yang budiman yang telah sudi meluangkan waktu untuk membaca dan mengomentari tulisan sederhana yang dimuat pada kompasiana.com setiap hari mulai tanggal 7 Agustus 2023.

            Begitu banyak orang yang katanya bertobat, itu penulis dengar langsung dari pengakuan mereka yang sedang berada di lapas (Lembaga Pemasyarakatan), akan tetapi setelah mereka bebas karena telah menyelesaikan masa hukumannya, sebagian dari mereka ada yang kembali melakukan kejahatan lagi. Apakah mereka ini memang penjahat kambuhan atau kata tobat yang diucapkannya itu meleset, karena harusnya dibaca 'tomat' (artinya tobat -- kumat ..... setelah tobat lalu kumat lagi). Memangnya enak hidup terkungkung di balik teralis besi, terpisah jauh dari sanak famili atau merasa nyaman karena dapat teman dan bisa belajar tentang bentuk-bentuk kejahatan yang lain?

Segudang pertanyaan berjubel di benak ini, bagaimana ya supaya ex nara pidana (napi) itu kapok dan kembali ke masyarakat, benar-benar bertobat kembali ke jalan yang benar. Apa pembinaan yang dilakukan di lapas kurang efektif atau masyarakat yang enggan merangkul ex napi itu? Padahal mereka selama di lapas itu dibina, baik dari sisi rohani dan sebagainya, diajarkan berbagai keterampilan kerja, pendeknya baik secara fisik dan psikologis telah dilakukan oleh pemerintah cq Lembaga Pemasyarakatan (LP),  hasilnya belum atau tidak efektif ya, terbukti di mana-mana LP semakin penuh, berarti kejahatan semakin meningkat dong!

Residivis adalah orang yang melakukan tindak pidana berulang, artinya orang tersebut sudah pernah dihukum  tapi kembali mengulangi perbuatannya, entah dalam bentuk kejahatan yang sama atau yang berbeda. Seperti residivis kasus narkotika, apakah hal ini disebabkan oleh belum hilangnya rasa kecanduan terhadap narkotika, sehingga ketika selesai menjalani proses pidana penjara mereka akan kembali menggunakan narkotika lagi atau bahkan ia akan merangkap sebagai pengedar barang terlarang itu. Sungguh sangat mengkhawatirkan, kalau dulunya kita kenal dengan kata penjara dengan maksud membuat orang supaya jera, tapi kenyataannya tidaklah demikian.

Kata residivis berasal dari kata Prancis yang diambil dari dua kata latin, yaitu 're dan cado', re berarti lagi dan cado berarti jatuh. Hal ini jadi mengingatkan penulis pada kata-kata: 'Keledai saja tidak mau terantuk batu dan jatuh untuk kedua kalinya', bagaimana halnya dengan manusia yang tentunya mempunyai harkat dan martabat lebih tinggi dari binatang? Bukankah pastinya sebagai penjahat kambuhan ia akan dijatuhi hukuman yang lebih berat lagi? Itulah yang penulis maksudkan dengan judul tulisan di atas sekaligus menyadarkan mereka agar segera bertobat sebelum tamat (ajal menjemput), karena tak seorangpun yang tahu akan hari esok.

Kejahatan Berlapis

            Rupanya tidak hanya kue yang bentuknya berlapis akan tetapi kejahatan juga bisa dilakukan secara berlapis oleh seseorang. Deretan skandal Lukas Enembe, dari dugaan korupsi hingga judi (kasusnya lagi trending dan viral saat ini tengah menjadi sorotan). KPK sebetulnya sudah sejak tanggal 5 September 2022 yang lalu menetapkan Enembe menjadi tersangka kasus dugaan korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Papua serta dugaan gratifikasi sebesar Rp. 1 miliar. Namun, mengapa berlarut-larut sampai dengan kini. Berbagai alasan telah dikemukakannya antara lain 'sakit' sehingga lagi-lagi ia kembali tidak memenuhi panggilan yang berwajib.

            Mengingkari panggilan itu  dikiranya ia akan aman karena banyak duitnya, tetapi selama hukum menjadi panglima di negeri ini dan masih diakui supremasinya tak mungkin ia lolos atau bisa meloloskan diri. Adapun terhadapnya tidak dilakukan penjemputan paksa, mengingat kondisi di Papua saat itu sedang rawan konflik (kediaman Enembe sempat dijaga oleh sejumlah pendukungnya), demikian menurut Wakil Ketua KPK (Alexander Marwata). Kita semua tentu tidak ingin terjadi kerusuhan, tapi janganlah sekali-kali ada orang yang merasa kebal hukum.

            Mengapa penulis mengangkat sub judul tulisan ini dengan kata 'lapis', karena memang ada sejumlah kasus lain yang sudah didalami: Ada ratusan miliar dana operasional pimpinan, dana pengelolaan PON, kasus pencucian uang dan entah apa lagi. Pantas-lah kalu sudah dilakukan pemblokiran rekening Lukas Enembe (sebesar Rp. 71 miliar). Mungkin saja sudah tak terhitung jumlahnya, padahal semua kita termasuk rakyat Papua tentu menginginkan Papua yang bersih dan damai. Papua adalah bagian wilayah NKRI yang terkenal 'kaya raya' berbagai tambang dan Sumber Daya Alam (SDA) lainnya ada di Timur Indonesia itu.

            Akhirnya, biarlah suara penulis ini hendaknya jangan sia-sia seperti orang berteriak di padang gurun. Stop dan bertobatlah secepatnya hai aparat  yang dipercaya mengemban amanah rakyat, kau yang seharusnya menegakkan keadilan kok malah ikutan korupsi?

Jakarta, 31 Agustus 2023

Salam penulis: E. Handayani Tyas, dosen UKI; tyasyes@gmail.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun