Mohon tunggu...
E HandayaniTyas
E HandayaniTyas Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

BIODATA: E. Handayani Tyas, pendidikan Sarjana Hukum UKSW Salatiga, Magister Pendidikan UKI Jakarta, Doktor Manajemen Pendidikan UNJ Jakarta. Saat ini menjadi dosen tetap pada Magister Pendidikan Program Pasca Sarjana Universitas Kristen Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Uang Rakyat Jangan Diembat

30 Agustus 2023   16:03 Diperbarui: 30 Agustus 2023   16:05 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Masih ingatkah kita semua dengan kata-kata sakti Bapak Presiden Jokowi: 'Tiap rupiah uang rakyat harus dikelola secara bertanggung jawab dan transparan?' Komitmen pemerintah dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai penggunaan setiap rupiah uang rakyat adalah sama. Dikelola dengan sebaik-baiknya dan sebesar-besarnya dipergunakan untuk kepentingan rakyat. Manajemen harus dijalankan dengan prosedur yang sederhana, ringkas (tidak berbelit-belit atau berliku-liku), prosesnya cepat dan tepat sasaran serta harus memberi manfaat yang maksimal untuk rakyat.

Beliau menambahkan bahwa dibutuhkan langkah yang cepat, tepat, efisien dan efektif, serta jangan sekali-kali melupakan prinsip akuntabilitas dan kredibilitas! Lebih jauh Presiden mengingatkan agar seluruh jajaran pemerintah harus bekerja lebih keras lagi karena esensi dari transparansi dan akuntabilitas adalah bertanggung jawab secara moral pada konstitusional dan terhadap rakyat. Penggunaan APBN harus sepenuhnya digunakan untuk kepentingan rakyat sehingga rakyat benar-benar bisa mendapatkan manfaat dari penggunaan APBN tersebut.

Mungkin ada pembaca yang budiman ingin lebih mengetahui, uang rakyat berasal dari mana? Jawabannya adalah, bersumber dari pendapatan negara, antara lain ialah Pajak, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan Hibah. Penerimaan perpajakan selalu menempati posisi teratas dalam menyumbang pendapatan negara. Diantaranya terdiri dari Pajak Dalam Negeri, Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Pembaca yang budiman, masih ingat kasus pajak yang sangat fenomenal pada pertengahan tahun 2010, siapa lagi kalau bukan si Gayus Tambunan. Pegawai Ditjen pajak golongan IIIA (usia 31 tahun) itu terlibat sejumlah kasus mafia pajak dan terbukti ia memiliki harta hingga puluhan miliar. Sedang yang akhir-akhir ini, yang juga tak kalah viralnya dan masih dalam proses ialah Rafael Alun Trisambodo yang diduga kuat telah menerima gratifikasi Rp. 1,3 miliar terkait pajak. Setiap kali ada wajib pajak yang mengalami kendala/permasalahan dalam proses penyelesaian pajaknya, ia secara aktif merekomendasikan PT. AME (Artha Mega Ekadhana) miliknya untuk membantu para wajib pajak yang bermasalah.

Akan tetapi dibalik semua itu ternyata berujung dengan kepiluan yang amat sangat karena Rafael harus mengenakan rompi oranye. Selain memalukan juga memilukan karena seluruh harta milik yang dikumpulkannya selama bertahun-tahun, mulai dari tas mewah, aset-aset lain juga ikut disita. KPK resmi menahan Rafael pada tanggal 4 April 2023 karena telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan gratifikasi (gratifikasi lagi.....gratifikasi lagi!). Ingat-ingatlah bahwa gratifikasi itu hanya kesenangan sesaat, tapi akibatnya tidak main-main lho karena penerima gratifikasi bisa diancam hukuman penjara seumur hidup. Tamatlah sudah rangkaian kebahagiaan yang dirajut sekian lama, semuanya jadi sia-sia (bapak dan anak sama-sama harus mendekam di penjara akibat ulahnya).

Kenapa Uang Rakyat Diembat?

Tidak cukupkah dengan penghasilan dari jabatan yang strategis itu? Sekali lagi penulis ingatkan kepada siapa saja bahwa penghasilan (rejeki) itu pasti cukup untuk kebutuhan hidup, tetapi tidak akan cukup untuk gaya hidup! Ketahuilah bahwa gratifikasi kepada penyelenggara negara itu dapat memicu konflik kepentingan yang memengaruhi kerja dan keputusannya dalam kebijakan serta pelayanan publik. Itulah sebabnya maka segala bentuk gratifikasi itu dilarang dan dianggap korupsi. Gratifikasi itu bisa dalam bentuk pemberian uang, barang, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.

Dalam bahasa gaul, diembat dapat dimaknai mengambil dengan cara yang tidak sah. Miris rasanya mendengar berita soal embat-mengembat ini, uang siapapun jangan lakukan sebab perbuatan itu sangat memalukan. Segeralah laporkan bila ada yang memberi gratifikasi karena ada konsekuensi hukumnya. Adapun konsekuensi hukum dari tidak melaporkan gratifikasi yang diterima ini cukup berat, yaitu pidana penjara minimum 4 tahun dan maksimum 20 tahun atau pidana penjara seumur hidup, dan pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), maksimum Rp. 1.000.000.000 (satu miliar rupiah).

Untuk mengakhiri tulisan ini, tak henti-hentinya penulis mengingatkan: 'Rompi oranye itu menyakitkan!' Sesakit orang yang diembat uangnya, mereka yang mengalami masalah dan bermaksud meminta pertolongan kok tambahnya di-embat.  Sejahterakan rakyat, maka maju negaranya, dan hebat bangsanya, sesuai Sila ke-lima Pancasila (Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia).

Jakarta, 30 Agustus 2023

Salam penulis: E. Handayani Tyas, dosen UKI; tyasyes@gmail.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun