Kejahatan korupsi di Indonesia benar-benar tak kunjung berhenti. Tak ada jera-jeranya para koruptor itu disiarkan di depan publik, tak ada sedih-sedihnya raut wajah koruptor walaupun berita dan fotonya disiarkan di media cetak dan televisi.Â
Seluruh rakyat Indonesia bisa menyaksikan dengan jelas wajah mereka dan bahkan namanya pun tidak harus disebutkan secara inisial lagi. Hasil jajak pendapat Litbang Kompas  menunjukkan bahwa publik menilai korupsi telah sampai pada taraf yang sangat mengkhawatirkan, responden merasa korupsi sudah demikian parahnya.
Meskipun publik mengapresiasi kiprah pemberantasan korupsi yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hukuman yang dijatuhkan kepada koruptor dinilainya belum mampu memberikan efek jera para koruptor dan belum ampuh untuk mencegah calon koruptor.Â
Itulah sebabnya perilaku koruptif seolah makin marak terjadi, mungkin mereka beranggapan, siapa tahu tidak ketahuan atau dengan cara bagi-bagi maka akan aman. Oleh karena itu biasanya perbuatan korupsi itu dilakukan secara 'berjamaah'.
Penulis berani mengatakan korupsi semakin parah karena tidak hanya aspek kuantitas saja yang meningkat, melainkan secara kualitas-pun meningkat sangat signifikan.Â
Menurut penilaian mayoritas responden, pejabat negara yang tertangkap terlibat korupsi menduduki posisi yang semakin tinggi dari waktu ke waktu. Salah satu bukti nyata ialah, baru saja menghirup udara bebas ex Bupati..... ini harus dipenjarakan lagi. Kasusnya  adalah ia terbukti memperkaya diri dengan menerima dana komitmen dari beragam proyek di daerahnya selama ia menjabat.
Rupanya tindak pidana korupsi kini telah bertransformasi menjadi kejahatan kaum profesional (white collar crime). Kongkalikong antara pejabat negara dan kaum profesional semakin hari semakin sistematik, sehingga mengakibatkan angka kerugian negara meningkat tajam.Â
Oleh karena itu, menurut hemat penulis hal penting yang harus dilakukan kepada koruptor adalah bentuk hukuman yang membuat jera dan salah satunya adalah dengan jalan memperberat hukuman yang dijatuhkan bagi koruptor, kalau perlu hukuman mati. Hal ini dipandang cukup efektif agar calon-calon koruptor berikutnya menjadi berpikir beribu-ribu kali sebelum melakukan aksi kejahatan korupsi.
Kalau hanya dimiskinkan saja sepertinya belum cukup, apalagi RUU Perampasan Aset koruptor sampai dengan kini belum kunjung disahkan walaupun presiden telah mendesaknya.Â
Lalu apalagi upaya membasmi korupsi di negeri ini, walaupun ada sementara pihak yang berpendapat dan meyakini bahwa pemiskinan koruptor akan menciptakan efek jera korupsi (sebuah pelajaran bagi siapa-pun yang memiliki peluang korupsi).Â
Bukankah perbuatan korupsi itu termasuk kejahatan yang luar biasa (extraordinary) sehingga harus ditangani secara extraordinary juga. Adapun yang penulis maksudkan di sini ialah dengan menambahnya atau memperberatnya dengan pengawasan yang lebih ketat, tanpa kompromi dan tegas.