Penulis kira Anda pun setuju bahwa:
- Uang bukan segalanya, tetapi hampir segala sesuatu membutuhkan uang;
- Uang tidak bisa menyelesaikan semua masalah, tetapi banyak masalah lebih mudah diselesaikan dengan uang dari pada tidak ada uang;
- Uang tidak dibawa mati, tetapi rasanya mau mati kalau tidak ada uang;
- Uang (kalau dicintai 'mati-matian') adalah merupakan akar segala kejahatan, tetapi banyak kejahatan terjadi karena tidak ada uang; dan..... masih banyak lagi yang mengasyikkan kalau dibahas lebih lanjut.
Contoh: Hanya karena butuh uang untuk bayar hutang karena terlilit pinjol (pinjaman    on-line) seorang yang berstatus mahasiswa rela membunuh temannya yang adalah mahasiswa juga, kemudian mengambil barang-barang miliknya untuk keperluan membayar hutangnya tersebut.
Aduh kejamnya perbuatan itu, sangat besar risikonya, masuk bui -- putus kuliah -- hancur masa depan, itu sudah pasti!
Kalau pembaca pernah mendengar, aaah yang penting cinta, bukan uang, tetapi bukankah cinta akan lebih indah kalau ada uangnya? Jadi kita perlu punya cara pandang yang benar tentang uang. Oleh karena itu, hasilkan uang dengan cara yang baik dan benar supaya tidak terjerat korupsi karena perbuatan korupsi itu ditinjau dari sudut pandang apapun tidak ada benarnya.
Sudah jelas asal kata korupsi adalah corruptio (bahasa Latin) atau corruptus,artinya tindakan merusak atau menghancurkan. Pertanyaannya, mengapa harus terjadi di negeri-ku tercinta yang terkenal dengan 'gemah ripah loh jinawi' (subur makmur), namun ada: korupsi Bansos, korupsi di Kominfo, korupsi di Basarnas, dan sederet korupsi lain baik yang kelas 'kakap' (besar) maupun yang kelas 'teri' (kecil).
Diterbitkannya UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, dimaksudkan agar korupsi bisa dicegah dan diberantas sampai ke akar-akarnya. Merupakan bentuk komitmen pemerintah yang ditunjukkan dengan penyelenggaraan pemberantasan tindak pidana korupsi secara represif. Membentuk suatu lembaga yang secara khusus diadakan untuk mencegah dan memberantas korupsi, yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Memperhatikan pola sistem pemberantasan korupsi di Indonesia dapatlah dikatakan bahwa telah ada upaya-upaya substantif dan struktural dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi melalui pementukan undang-undang dan lembaga anti korupsi. Sedangkan upaya preventif, sudah pernah digaungkan, misalnya upaya membudayakan anti korupsi melalui program 'kantin jujur' di sekolah-sekolah SD -- SMP -- SMA/SMK. Suatu bentuk pendidikan karakter jujur yang dimulai dari kaum mudanya.
Generasi muda memiliki peran penting karena mereka-lah yang nantinya mengalami masa 'Indonesia emas' di tahun 2045. Idealnya Gen-Z inilah yang nantinya akan memutus mata rantai korupsi di Indonesia, sejak dini harus dibekali dengan mental anti koruptif, penegakan peraturan (hukum) yang tegas dan 'tidak pandang bulu' terhadap siapa-pun dan jangan sampai terjadi 'hukum yang tajam ke bawah dan tumpul le atas!'.
Pentingnya Pendidikan Anti Korupsi
Sebagaimana pernah diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantoro, bahwa melalui pendidikan peserta didik ditumbuhkan akal budinya, agar kelak menjadi manusia yang berbudi luhur, menjadi generasi muda yang memiliki keutamaan moral yang bijaksana, tangguh, jujur, adil, dan ugahari (contoh: ugahari, 'Meski memiliki uang yang banyak, keluarga tersebut tetap menjalani hidup keugaharian').
Dalam kaitannya dengan pencegahan korupsi, maka pembentukan karakter harus-lah menjadi dasar utama pendidikan anti korupsi, sebab tanpa adanya dasar utama pembentukan karakter maka tujuan dilaksanakannya pendidikan anti korupsi akan menjadi sia-sia. Pendidikan anti korupsi tidak dirancang untuk memberantas korupsi tetapi mencegah dengan jalan melatih dan menyadarkan orang agar berperilaku anti koruptif.