Mencermati judul tulisan ini, ada dua hal prinsip yaitu: (1) Aku Pancasila; (2) Aku cinta NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). dalam hal aku Pancasila dapat diartikan sebagai aku cinta Pancasila. Pelajaran tentang aku cinta Pancasila ini sudah diajarkan sejak kita masih kanak-kanak. Namun, apakah sampai dengan kini benar-benar kita masing-masing dapat mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila itu ke dalam diri kita? Sangat disayangkan apabila kalimat indah 'Aku Pancasila' itu hanya sampai di tenggorokan. Seseorang yang mengaku bahwa ia Warga Negara Indonesia (WNI) dan meyakini bahwa Pancasila adalah satu-satunya dasar negara yang sah dan diakui kehandalannya oleh seluruh masyarakat Indonesia harusnya dapat menjiwai nilai-nilai Pancasila itu.
      Butir-butir kata yang  sarat makna dari Sila ke satu sampai dengan ke lima dari Pancasila itu sudah sedemikian tepat dan saling kait-mengait, cocok dijadikan falsafah hidup bangsa Indonesia. Semangat 'Aku Pancasila' merupakan otosugesti yang harus ada di dalam hati setiap WNI. Semakin aku mengerti lebih dalam tentang Pancasila semakin aku cinta Pancasila. Mari kita gelorakan semangat 'Aku Pancasila' kepada seluruh masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, ada baiknya kalau kita mengenali simbol-simbol Pancasila.
- Ketuhanan Yang Maha Esa, yang dilambangkan dengan gambar bintang berwarna kuning emas di atas dasar hitam, berarti memuat pengakuan eksplisit akan eksistensi Tuhan sebagai sumber dan pencipta universum;
- Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang dilambangkan dengan rantai emas saling sambung, berarti setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban untuk mengembangkan dan meningkatkan harkat dan martabatnya sebagai manusia (sebagai generasi penerus, turun-temurun).
- Persatuan Indonesia, yang dilambangkan dengan gambar pohon beringin, mempuyai arti bahwa pohon beringin yang besar itu mampu mengayomi banyak orang di bawahnya. Salur dan akar pohon beringin yang menjalar ke pelbagai arah juga dikaitkan dengan keragaman suku bangsa yang bersatu di bawah nama Indonesia.
- Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang dilambangkan dengan gambar kepala banteng, berarti ada sikap keterbukaan untuk saling mendengarkan, mempertimbangkan satu sama lain, dan juga sikap belajar saling menerima dan memberi (bermusyawarah).
- Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia, yang dilambangkan dengan gambar padi dan kapas, sebagai simbol kemakmuran dan kesejahteraan berarti bahwa setiap WNI harus bisa menikmati keadilan secara nyata dan merata dengan sikap akomodatif terhadap kepentingan bersama dalam masyarakat.
Â
Aku Cinta NKRI
      Bagi sebagian orang mengatakan atau menyatakan 'Aku cinta NKRI' sepertinya mengenakkan telinga saja, tapi tidak bagi penulis. Mengapa demikian? Jawabannya ialah karena nilai-nilai universal Pancasila sesungguhnya mampu menjawab problematika yang sedang dihadapi bangsa ini. Kalau pada sub bahasan di atas penulis berani nengatakan 'Aku Pancasila', semata-mata karena penulis sungguh sangat menyadari. Jika seandainya saja Indonesia tidak memiliki Pancasila, apa jadinya NKRI?
      Di dalam Pancasila ada unsur spiritualitasnya, ada kata jujur dan adil yang sejatinya telah mencerminkan sistem ekonomi kerakyatan yang berkeadilan dan keadilan sosial itu ditujukan bagi segenap bangsa Indonesia. Ada juga unsur diversity yang telah dirajud indah dalam kesadaran ber-Bhinneka Tunggal Ika. Ada pula unsur kesadaran transformatif yang mampu mengubah kondisi bangsa ini dari predikat negara berkembang menjadi megara maju. Semua itu bisa terwujud jika prinsip-prinsip universal (baik itu yang menyangkut bidang agama dan berbagai suku bangsa di wilayah nusantara ini).
      Bukan sekedar puisi tetapi benar-benar ungkapan isi hati yang berikut ini penulis tuangkan dalam bentuk goresan pena sederhana, sebagai berikut: "Betapa aku sungguh bersyukur; bertanah air kaya dan subur; lautnya luas -- gunungnya megah; menghijau padang -- bukit dan lembah. Itu semua berkat karunia Allah yang Agung Maha Kuasa".
      Kalau saja tokoh-tokoh pendidikan yang berjiwa transformatif, seperti Ki Hajar Dewantoro, Prof. Dr. Soedijarto, Prof. Dr. Fuad Hasan, Prof. Dr. Conny Semiawan, Prof. Dr. HAR Tilaar dan masih banyak lagi itu masih hidup, benar-benar Indonesia tidak harus menunggu sampai dengan tahun 2045 baru menyandang predikat Indonesia emas. Kalau negara Finlandia kini dikenal dunia dengan pendidikannya (nomor 1) di dunia, sesungguhnya pendidikan model 'Taman Siswo' yang dipelopori oleh Ki Hajar Dewantoro dengan filosofinya yang membawa perubahan di ranah kognitif (ngerti); ranah afektif (ngroso); dan ranah konatif (nglakoni) alangkah nyamannya seluruh warga bangsa ini.
      Oleh karena itu, dipenghujung akhir tulisan ini penulis yakin bahwa kalau aku cinta NKRI dan kau juga cinta NKRI, niscaya Indonesia aman-tenteram dan nyaman untuk dijadikan tempat tinggal bersama, hidup rukun berdampingan, karena aku Pancasila -- kita semua pasti bela Pancasila -- salam Pancasila!
Jakarta, 5 Desember 2022
Salam penulis:E.Handayani Tyas; Universitas Kristen Indonesia-tyasyes@gmail.com
 Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H