Tepat awal tahun 2015 kemarin saya dan suami mengajak kedua putri kami berlibur ke Yogya. Melepas penat mencari suasana baru sebelum kembali disibukkan dengan rutinitas harian. Tema liburan kali ini adalah wisata alam, maka saya minta mereka membawa sepatu olahraga masing-masing. Namun karena saya dan suami masih disibukkan dengan tuntutan pekerjaan hingga menit terakhir, sampai tiba di sebuah hotel di Yogya pun kami masih belum memiliki tujuan pasti tempat yang ingin dikunjungi.
Setelah browsing berbagai situs wisata Yogya, saya menemukan info menarik mengenai cara menghabiskan tahun baru di Yogya selain menyaksikan gegap gempita kembang api atau membuat telinga pekak dengan letusan petasan. Menurut artikel di website tersebut, di daerah Imogiri terdapat museum tani dimana anak-anak dapat melihat koleksi alat-alat pertanian. Saya pikir tempat ini menarik untuk menambah pengetahuan anak-anak. Selain itu ada pula hutan pinus yang termasuk kawasan hutan lindung sehingga udara terasa sejuk. Belum lagi suasananya yang cantik untuk menjadi obyek foto.
Ternyata hari itu HP dan sistem GPS bermasalah sehingga kami tersesat. Setelah beberapa kali bertanya pada penduduk setempat, tibalah kami di lokasi yang dituju. Agak meragukan karena jalan masuknya hanya berupa gang kecil dengan rumah penduduk di kanan kirinya. Mulanya saya tidak berkecil hati karena di depan pemandangan sawah terbentang luas. Namun ketika mendapati beberapa boneka orang-orangan sawah di sepanjang jalan, saya mulai ragu, karena terus terang boneka-boneka itu agak menakutkan. Lengkaplah kekecewaan kami ketika mendapati bahwa yang dimaksud dengan museum adalah rumah sederhana yang saat itu seluruh pintu dan jendelanya tertutup rapat. Ah ya, masih suasana tahun baru, mungkin tidak beroperasi hari itu. Kondisi yang tidak menarik plus hujan rintik-rintik membuat kami juga enggan turun dari mobil untuk sekedar melihat-lihat.
Suami memutar balik kendaraan dan kami melanjutkan perjalanan tanpa tujuan pasti. Dia menawarkan untuk pergi ke Parangtritis. Karena bukan penikmat pantai, saya ragu. Belum apa-apa sudah terbayang kondisi pantai yang penuh sesak dengan pelancong macam kami, keluarga yang mengajak anaknya berlibur atau pasangan yang memadu kasih. Bukan tempat pemberhentian yang saya harapkan.
[caption id="attachment_391399" align="aligncenter" width="150" caption="Desa Wisata Kedungmiri (sumber: dokumen pribadi)"][/caption]
Sambil melanjutkan berkendara, tidak sengaja mata saya menangkap plang bertuliskan Desa Wisata Kedungmiri di sebelah kiri jalan. Saya minta suami mengikuti arah plang tersebut. Tanpa tahu apa yang akan kami temukan di ujung jalan sana, namun saya pikir lebih menggoda dibandingkan suasana pantai. Setelah beberapa kali bertanya kepada penduduk setempat, baru kami tau, rupanya tempat yang kami tuju itu berupa jembatan gantung sepanjang sekitar 70 meter. Jembatan tersebut terbentang menghubungkan dua desa yang di bawahnya air sungai mengalir dengan deras. Menuju lokasi, di sekeliling kami terbentang hamparan sawah dan perbukitan. Suasana damai menyergap, waktu terasa berjalan lambat di tempat itu. Menghabiskan waktu di desa tersebut, telah memberikan energi positif dalam diri. Cukup sebagai bekal sebelum kembali menghadapi dunia kami di kota.
[caption id="attachment_391400" align="aligncenter" width="150" caption="Jembatan Gantung (sumber: dokumen pribadi)"]
Perjalanan tersebut sangat berkesan bagi saya. Di sini saya melihat betapa besarnya peluang Kementerian Pariwisata mengembangkan pariwisata Indonesia. Peluang yang tentu saja diiringi dengan tantangan yang tidak mudah, namun tidak mustahil untuk diwujudkan. Inilah harapan saya terhadap Kementerian Pariwisata.
1.Branding Wisata Indonesia: Wisata Alam.
Sudah saatnya Pemerintah memiliki roadmap yang jelas dan terukur untuk pengembangan pariwisatanya. Indonesia dengan kekayaan tanah dan lautnya memiliki branding yang tampak nyata di depan mata. Ya, wisata alam. Panorama alam yang indah dan alami mengungguli tempat wisata di beberapa negara lain.
[caption id="attachment_391403" align="aligncenter" width="150" caption="Keaslian alam Indonesia (sumber: dokumen pribadi)"]
Bila para wisatawan dapat berbondong-bondong berfoto di patung singa buatan, mengapa tidak mampu mengundang mereka ke tengah hamparan sawah hijau dengan latar belakang gunung dan deretan pohon pinus atau menyaksikan sunset di pantai bersih dengan debur ombak menakjubkan. Indonesia memiliki semua kelebihan itu.
Satu hal yang menjadi kekurangan adalah tidak terawat. Kurangnya komitmen untuk merawat kekayaan alam yang kita miliki. Mungkin karena sejak lahir kekayaan itu sudah tersedia tanpa harus bekerja keras, maka kita kurang menghargai karunia tersebut.
2.Edukasi.
[caption id="attachment_391401" align="aligncenter" width="150" caption="Kelestarian alam Indonesia warisan untuk anak cucu (sumber: dokumen pribadi)"]
Edukasi menjadi penting di sini. Jika anak-anak Indonesia sudah ditanamkan rasa bangga kepada tanah air dengan segala potensi alamnya, selanjutnya ajarkan mereka bagaimana mewujudkan kebanggaan tersebut dalam bukti nyata. Yaitu pelihara dan lestarikan.
Pariwisata Indonesia bukan sekedar alat untuk menghasilkan devisa bagi Negara. Keaslian alam yang menjadi kekayaan tanah air tidak seharusnya selaku diukur dengan kemampuannya mengalirkan pundi-pundi kekayaan Negara. Ada makna yang lebih dalam di sana. Peninggalan untuk penerus bangsa, kelestarian bumi, kebanggaan sebagai bangsa. Kementerian Pariwisata memiliki kepentingan dan andil besar untuk memelihara dan melestarikan branding wisata Indonesia supaya tidak punah.
3.Roadmap.
[caption id="attachment_391402" align="aligncenter" width="150" caption="Perlu roadmap (sumber: dokumen pribadi)"]
Untuk pengembangan branding, diperlukan strategi yang jelas dan terukur. Tidak hanya strategi jangka pendek, namun juga jangka panjang. Di sinilah gunanya roadmap. Negara sebesar Indonesia perlu memiliki roadmap pengembangan wisata yang tidak hanya bertujuan memajukan, namun juga memeliharanya untuk anak cucu kita. Edukasi menjadi bagian penting dari roadmap tersebut. Dalam setiap langkah strategis yang dilakukan sesuai roadmap, unsur edukasi dengan tujuan melestarikan kekayaan alam tidak boleh diabaikan.
Dengan luasnya wilayah Indonesia, roadmap akan membantu Pemerintah fokus pada wilayah atau sektor wisata mana yang akan didahulukan pembangunannya.
4.Membangun Database.
Dengan titik-titik potensi wisata tersebar di seluruh negeri, Pemerintah melalui Kementerian Pariwisata harus memiliki peta dan database seluruh potensi wisata di Indonesia. Untuk mewujudkan hal ini Pemerintah Daerah dapat dilibatkan, karena mereka lah yang paling mengetahui potensi daerahnya. Jangan ada ego sektoral kekhawatiran siapa yang paling mendapatkan keuntungan dari database tersebut.
5.Pemetaan.
Bila database sudah terkumpul, selanjutnya buat pemetaan setiap wilayah dengan statusnya masing-masing, fasilitas apa saja yang sudah tersedia. Dengan roadmap yang sudah disusun, Pemerintah telah memiliki gambaran titik mana yang akan dikembangkan menjadi konsep wisata terpadu, serta titik mana yang harus dijaga kelestriannya. Seluruh titik tersebut harus tetap dalam pantauan radar Pemerintah.
Saya membayangkan di kantor Kementerian terdapat peta Indonesia dari Sabang sampai Merauka yang menghiasi salah satu sisi dinding kantor. Peta tersebut dilengkapi titik-titik tempat wisata di setiap daerah dengan status dan kondisinya masing-masing.
6.Value Added.
Kekayaan alam Indonesia didukung pula oleh kekayaan seni budaya dan kulinernya. Setiap wilayah memiliki ciri khas masing-masing yang dapat dikembangkan. Wisata alam plus wisata budaya, plus wisata seni, plus wisata kuliner, plus wisata rohani. Tambahkan nilai (value) berupa pengalaman menikmati surga dunia yang tidak dapat ditemukan di negara lain. Betapa kaya negeri Indonesia ini!
Untuk itu memang akan membutuhkan tangan-tangan investor untuk mewujudkannya. Pemerintah melalui Kementerian Pariwisata harus memiliki koridor yang jelas sampai di mana peran investor sehingga membuahkan hasil yang sama-sama menguntungkan kedua belah pihak. Batasannya jelas. Sejalan dengan roadmap Pemerintah dan tidak merusak kelestarian alam, serta optimalisasi pemberdayaan daerah semaksimal mungkin. Jangan sampai ada tangan-tangan liar yang berusaha mengeruk keuntungan sepihak namun sesungguhnya merugikan dalam jangka panjang. Negara ini tidak didirikan hanya untuk jangka waktu lima atau sepuluh tahun selama masapemerintahan seorang Presiden.
7.Informasi terintegrasi.
Pengalaman saya mencari-cari informasi di berbagai website pada saat benar-benar dibutuhkan sempat membuat frustasi. Dalam waktu yang singkat, saya berusaha memperoleh informasi apa pun. Keakuratan tidak lagi penting. Karena dengan artikel pendek berisi puja puji dan beberapa foto berkualitas rendah di sembarang website, sudah saya anggap informasi berharga.
Di sini lah perlunya informasi satu pintu dari Pemerintah mengenai lokasi wisata di seluruh Indonesia dengan data dan informasi yang akurat. Tanpa menutup kreativitas industri wisata, namun alangkah baiknya Kementerian Pariwisata juga mengelola website khusus yang memuat peta lokasi wisata Indonesia disertai informasi umum dan mutakhir. Website tersebut harus mudah diakses dan informatif sehingga menjadi panduan pertama para turis asing maupun domestik dalam melakukan perjalanan wisata.
Saya memang bukan frequent traveller. Namun dalam setiap perjalanan, saya memiliki keinginan untuk memperlihatkan keindahan alam Indonesia kepada anak-anak saya. Semoga dengan pengalaman tersebut, bertambah kecintaan mereka kepada tanah air ini. Di tangan mereka lah kelak masa depan bangsa dan Negara ini.