Mohon tunggu...
Dihandayani
Dihandayani Mohon Tunggu... Wanderer. Lecturer by Job -

I read. I write. I think. I learn. Saya juga ngeblog di http://dihandayani.blogspot.co.id

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Antara Seks, Seksualitas, dan Percaya Diri

20 Desember 2014   20:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:52 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1419057666336532389

Menurut Ibu Elly Risman, Psi dari Yayasan Kita dan Buah Hati, seks itu berbeda dengan seksualitas. Beliau dikenal sebagai psikolog yang sudah lebih dari 30 tahun berkecimpung di dunia anak. Praktek kekerasan yang kerap dialami anak menjadi perhatiannya. Puluhan tahun beliau tampil di depan publik berbicara kepada para orang tua dan pendidik mengingatkan dan menggugah kesadaran manusia dewasa agar anak memperoleh haknya untuk diperlakukan layaknya manusia.

Seks

Seks tidak lain adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan jenis kelamin. Seks merupakan persoalan apakah seseorang itu laki-laki atau perempuan. Saya jadi ingat kisah lucu mengenai pertanyaan anak tentang seks. Orang tua dibuat panik dan salah tingkah ketika anak bertanya apa itu seks. Berputarlah otak orang tua berusaha menerangkan kepada anak. Cerita pun diawali dari  bagaimana kedua orang tua bertemu, saling jatuh cinta, lalu dari buah cintanya lahirlah sang anak. Memperoleh jawaban panjang dan berliku, anak pun balik bertanya, “Saya sedang mengisi formulir ini. Pertanyaannya seks saya apa?” Gubrak!

Di tengah maraknya kasus pelecehan seks terhadap anak, sebagai orang tua kita harus membekali anak untuk menjaga diri. Sejak kecil mereka sudah harus paham mengenai rasa malu, area kemaluannya, serta bagaimana melindungi area tersebut. Mereka harus dibekali pengetahuan mengenai sentuhan baik, membingungkan, dan sentuhan buruk. Mereka harus mengenal siapa itu keluarga, teman, kenalan, atau orang asing, termasuk paham apa yang harus dilakukan jika ada yang melakukan sentuhan membingungkan atau sentuhan buruk.

Seksualitas

Menurut BKKBN, seksualitas itu menyangkut berbagai dimensi yang sangat luas pengertiannya dibandingkan seks. Seksualitas tidak hanya menyangkut dimensi biologis, namun juga sosial, perilaku, dan kultural.

Menurut Ibu Elly Risman, seksualitas itu terkait dengan kepribadian kita. Apa yang kita percayai, rasakan, dan pikirkan, serta bagaimana kita bereaksi. Penampilan kita ketika berdiri, berjalan, berbicara, menyapa, tertawa, bereaksi terhadap pertanyaan, itu semua merupakan seksualitas diri. Menunjukkan perilaku diri kita.

Suatu ketika suami saya bercerita mengenai putri temannya yang seusia putri kami. Di usia tersebut si anak cenderung flirty kepada lawan jenis. Memang usianya hampir memasuki masa pubertas, kelas V SD. Mendengar itu saya jadi teringat putri sulung kami. Sepertinya sih dia sudah menunjukkan tanda ketertarikan dengan lawan jenis. Terlihat dari cerita-ceritanya sepulang sekolah yang sering menyebut nama seorang anak. Tapi flirty, penggoda… Duh…

Saya pun memancingnya. Saya tanya bagaimana perilaku dia dan teman-teman perempuannya di kelas terhadap teman lawan jenis. Dari ceritanya, saya menyimpulkan dua hal, pendiam dan galak. Ya, dia memang dikenal pendiam di kelas, dan lumayan galak bila ada teman yang mengganggu. Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya?

Saya memang bukan pakar di bidang ini. Pernyataan berikut pun tidak didasari oleh ilmu pengetahuan yang mendukung. Tapi saya tiba pada kesimpulan bahwa jika seksualitas menunjukkan perilaku diri kita seperti yang disampaikan secara singkat oleh Ibu Elly Risman tadi, maka seksualitas anak dipengaruhi oleh paparan lingkungan dan pola asuhnya sejak kecil.

Dari pengalaman dan eksplorasi mereka selama masa pertumbuhannya, berperan membentuk seksualitas mereka ketika beranjak dewasa. Apakah anak akan tumbuh sebagai penggoda alias flirty, atau cukup percaya diri dan nyaman dengan dirinya sendiri untuk tidak menonjolkan sisi sensualnya dalam berhubungan dengan orang, terutama lawan jenis. Kepercayaan diri anak, bagian dari seksualitas tersebut.

Membangun Percaya Diri

Saya sungguh berharap putri saya tumbuh berproses hingga memiliki kepercayaan diri dan menjadikannya bijak dalam menyikapi hidup. Berikut ini pengalaman saya berproses membangun rasa percaya diri sejak kecil hingga dewasa. Sekali lagi, ini proses. Saya baru menyadari hikmahnya kini. Ternyata pengalaman punya andil besar membentuk kepribadian kita.

1.Keahlian, bukan Kecantikan.

Saya tidak cantik. Tidak juga berasal dari keluarga yang berada. Sedihnya, saya tumbuh tanpa keahlian yang membuat saya gampang dikenal. Dulu saya suka iri dengan teman yang bisa bermain musik. Atau dengan teman yang orang tuanya kaya sehingga bisa membeli berbagai macam pernak-pernik alat tulis sekolah yang membuat iri seisi kelas.

Saya cenderung pendiam dan kerap merasa tidak seorang pun menyadari keberadaan saya. Invisible. Tapi ada suatu masa dimana saya merasa ‘terlihat’. Yaitu di bulan puasa ketika saya membuat kartu lebaran dan laku dijual kepada teman-teman.

Ternyata untuk menarik perhatian dan minat orang, kita perlu memiliki keahlian. Selalu ada waktunya untuk setiap kerja keras dan dedikasi. Tidak harus dengan wajah cantik. Tidak harus dengan uang saku berlebih.

2.Karakter Mandiri.

Ada suatu masa di usia remaja saya dimana saya seperti kehilangan identitas. Saya selalu bersama dengan seorang teman di hampir setiap waktu. Temannya bisa berbeda-beda, namun saya tidak pernah terlihat sendiri.

Ternyata orang sulit mengenali saya. Saya sampai menganggap muka saya bunglon karena dengan siapa pun saya berjalan, orang selalu keliru mengenali kami. Saya melebur kemana saja saya berada. Bahkan saya rela membeli kaset grup band yang tidak saya sukai hanya karena saya telah berjanji dengan seorang teman untuk sama-sama memilikinya. Saya ingat betapa kecewanya saya mendapati teman saya tidak jadi membeli kaset itu padahal saya sudah terlanjur membelinya.

Pengalaman itu begitu membekas. Saya berproses belajar mengembangkan karakter kemandirian saya. Jalan saya, saya yang menentukan. Demikian pula hidup saya. Dengan ataupun tanpa teman, tidak masalah. Saya tidak perlu bergantung pada orang lain untuk melangkah dan menggapai masa depan.

Walaupun pada kenyataannya pencapaian saya tidak akan diperoleh tanpa tangan-tangan orang yang berbaik hati membantu, namun semua itu diawali dengan sikap mandiri. Tidak berharap, merayu, atau merajuk demi uluran tangan orang lain.

3.Tampil Unik, namun Sopan dan Rapi.

Kebetulan sejak kecil saya suka mix and match pakaian. Selera saya vintage. Maka baju-baju orang tua saya waktu muda, tidak hanya Mama, namun juga Papa, menjadi harta karun bagi saya. Kakak sepupu saya yang jumlahnya banyak juga berbaik hati melungsurkan pakaiannya.

Mengenai pakaian, saya bebas bereksperimen. Namun ada satu rambu yang ditetapkan orang tua. Tidak boleh mengenakan pakaian terbuka dan terlalu ketat membentuk tubuh. Sesuatu yang selalu saya syukuri hingga kini karena menjadi terbiasa. Rambu tersebut telah mendidik saya untuk menghargai tubuh sendiri dengan mengenakan pakaian tertutup.

Pilihan-pilihan pakaian saya beragam. Saya ingat mengenakan kemeja berkerah bulat dan rok kotak-kotak seperti orang Skotlandia. Kaos oblong dengan celana katun dilengkapi suspender. Celana jeans dengan kaos oblong putih dan kemeja kotak-kotak yang tidak dikancing. Kebanyakan baju-baju lungsuran. Namun masih terlihat bagus karena Mama selalu menyetrika rapi baju-baju kami.

Dulu sih tidak ada Kispray seperti sekarang yang bisa membuat baju wangi. Di masa itu, supaya gampang licin, Mama memercikkan air ke baju yang akan disetrika. Persoalan timbul kalau pakaian masih lembab karena hujan turun terus menerus. Kalau sudah begitu, pakaian jadi bau apek. Ini benar-benar membuat saya minder. Sudah pakai baju bekas, bau apek pula dan membuat tidak nyaman. Kalau dulu sudah ada Kispray, Mama saya pasti akan menyetrika dengan Kispray yang anti kuman, sehingga saya tidak mengalami krisis kepercayaan diri seperti itu. Kispray mengandung anti kuman yang mencegah berkembangnya kuman di pakaian, sehingga menjadikan pakaian segar dan tidak bau, cocok sekali digunakan di musim hujan.

[caption id="attachment_384331" align="aligncenter" width="490" caption="Stock Kispray di rumah saya. "][/caption]

Sejak mulai menyetrika sendiri karena harus tinggal ngekost, saya sudah menggunakan Kispray. Itu karena Mama juga menggunakannya di rumah. Dengan tiga funginya sebagai pelicin, pelembut, dan pewangi, benar-benar memudahkan pekerjaan saya. Pertama kali sih membeli botol Kispray yang 318 ml itu. Karena sudah punya botolnya, selanjutnya saya beli Kispray kemasan ekonomis 8 ml yang kemasan sachet. Saya tidak fanatik dengan wangi tertentu, karena semua varian wangi Kispray menyegarkan dan memberi mood positif. Stock di rumah saya saat ini ada Violet, Amoris, serta Bluis. Saya sedang kehabisan Kispray segeris yang berwarna kuning dan beraroma melati. Di musim hujan seperti sekarang ini, putri saya tidak perlu menglami krisis kepercayaan diri seperti saya dulu karena bajunya yang lembab dan bau apek, karena ada Kispray.

Semua pengalaman tersebut ternyata merupakan proses menemukan jati diri dan secara bertahap menumbuhkan rasa percaya diri. Dengan karakter yang penuh percaya diri, seseorang tidak perlu bersikap genit (sensual) untuk menarik perhatian lawan jenis. Yang penting, merasa nyaman dengan siapa diri kita (seks) dan kepribadian kita (seksualitas). Sebagai self reminder, wahai orang tua, sudahkah kita membimbing anak-anak kita untuk melalui proses tersebut dengan baik dan benar?

Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba KISPRAY BLOG COMPETITION, membangun percaya diri lewat penampilan.

Masih belum pakai Kispray? Tunggu apa lagi?

http://www.facebook.com/KisprayID

http://www.twitter.com/Kispray_ID

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun