Mohon tunggu...
Dihandayani
Dihandayani Mohon Tunggu... Wanderer. Lecturer by Job -

I read. I write. I think. I learn. Saya juga ngeblog di http://dihandayani.blogspot.co.id

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Menarik Minat Berasuransi, Meningkatkan Literasi Keuangan Nasional

16 Mei 2015   01:55 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:59 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang giat-giatnya menggalakkan program peningkatan literasi keuangan. Strategi Nasional Literasi Keuangan sudah diluncurkan sejak tahun 2013 lalu. Sejak itu, berbagai program dan kegiatan edukasi kepada masyarakat Indonesia dilakukan dengan tujuan agar masyarakat Indonesia dapat mengelola keuangan secara cerdas. Selain itu OJK juga memiliki misi untuk meningkatkan akses informasi serta penggunaan produk dan jasa keuangan oleh penduduk Indonesia.

Literasi keuangan menurut OJK merupakan rangkaian proses atau aktivitas untuk meningkatkan pengetahuan, keyakinan, dan keterampilan konsumen serta masyarakat luas, sehingga mereka mampu mengelola keuangan dengan lebih baik. Peningkatan literasi keuangan ini bukan hanya menjadi fokus pemerintah Indonesia. Hampir seluruh negara di dunia sedang mengarahkan upayanya ke sini.

Sebagaimana pernah disampaikan oleh Gubernur Bank Sentral Filipina dalam General Membership Meeting and Forum on Improving Financial Literacy and Increasing Financial Inclusion to Sustain Economic Growth tahun 2014, individu yang memiliki tingkat literasi keuangan memadai, akan mampu membuat keputusan finansial yang tepat untuk diri dan keluarganya. Hal tersebut akan berdampak positif pada kesejahteraan perekonomian keluarganya, yang pada gilirannya, berdampak positif pula pada perekonomian nasional.  Dalam kondisi krisis ekonomi, penduduk dengan tingkat literasi keuangan yang tinggi juga diharapkan memiliki daya juang lebih untuk menyelamatkan perekonomian keluarganya.

Menurut hasil survei OJK dalam Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia cetakan ke-3 Oktober 2014, tingkat literasi keuangan penduduk Indonesia masih rendah. Dari 8.000 orang responden, hanya 22% penduduk Indonesia yang tergolong well literate. Kelompok penduduk well literate yaitu mereka yang memiliki pengetahuan dan keyakinan mengenai lembaga jasa keuangan serta produk dan jasa keuangan. Hal itu termasuk pula fitur, manfaat dan risiko, hak dan kewajiban terkait produk dan jasa keuangan, serta keterampilan dalam menggunakan produk dan jasa keuangan.

Selanjutnya, dari enam produk dan jasa keuangan, tingkat pengenalan penduduk terhadap perbankan menempati level tertinggi yaitu 37%. Adapun pengenalan terhadap asuransi masih lebih baik dibandingkan pegadaian, masing-masing 23% dan 20%. Di posisi berikutnya adalah lembaga pembiayaan 11%, dana pensiun 7%, dan terakhir pasar modal 2%.

Kenapa Enggan Berasuransi

Menurut hasil survei OJK, produk asuransi menempati peringkat kedua yang paling dikenal masyarakat di antara produk dan jasa keuangan lainnya. Indeks utilitas produk dan jasa perasuransian hanya 12%. Artinya hanya 12 orang dari 100 penduduk yang mengambil produk asuransi. Asuransi sendiri merupakan instrumen keuangan yang menawarkan jaminan proteksi kepada nasabahnya terhadap berbagai kemungkinan risiko yang mungkin terjadi di masa datang.

Rendahnya minat masyarakat terhadap produk asuransi bukan temuan yang mengejutkan mengingat masih rendah pula pemahaman masyarakat terhadap manfaat asuransi. Dengan tingkat kesejahteraan penduduk Indonesia yang kurang merata, terasa sangat wajar bila asuransi tidak menjadi prioritas dalam pengambilan keputusan finansial masyarakat pada umumnya.

Hal tersebut yang juga menjadi pertimbangan saya. Ketika baru mulai bekerja dengan penghasilan pas-pasan, asuransi bagai barang mewah. Boro-boro mengambil asuransi, lebih baik uangnya ditabung untuk melanjutkan sekolah atau untuk biaya nikah. Pemahaman yang beredar mengenai asuransi saat itu adalah, mengeluarkan uang untuk sesuatu yang tidak pasti. Bayangkan, kita harus membayar premi sejumlah tertentu. Namun bila tidak terjadi kondisi apa-apa alias tidak ada musibah bencana, ya hilang sudah seluruh setoran premi yang sudah dibayarkan itu. Uang hilang, siapa yang mau? Kalau untuk antisipasi bencana, lebih baik saya tabung saja uangnya. Demikian pikir saya. Maka hingga menikah dan memiliki anak, keputusan finansial kami hanya seputar tabungan dan deposito.

Ketika mendapat tambahan penghasilan, saat itu mulai marak produk asuransi investasi atau dikenal juga dengan nama unit link. Nah kali ini terasa bagai angin surga. Uang premi yang dibayarkan tidak akan hilang. Malah, selain mendapat manfaat proteksi terhadap suatu bencana seperti sakit kritis, kecelakaan, atau meninggal dunia, uang itu tidak akan hangus jika semua itu tidak menimpa diri kita. Di akhir periode, kita akan mendapatkan kembali hasil investasi premi yang dibayarkan selama ini.

Kecele Asuransi Investasi

Saya pun mengambil produk asuransi investasi tersebut. Tidak hanya untuk saya, namun juga untuk anak. Saya memilih pembayaran premi bulanan lima ratus ribu rupiah selama sepuluh tahun. Pembayaran premi sudah berjalan selama lebih dari tiga tahun ketika anak saya jatuh sakit dan harus dirawat di rumah sakit. Ini kesempatan saya untuk mengetahui keampuhan asuransi investasi yang saya miliki, begitu pikir saya. Dan betapa kecewanya saya mendapati bahwa pihak asuransi hanya memberikan penggantian sekitar setengahnya dari total biaya yang dibutuhkan selama anak saya dirawat.

Kekecewaan saya menumpuk karena sewaktu mengurus penggantian biaya, agen asuransi yang dulu terus menerus mendekati agar saya mau mengambil asuransi malah bersikap kurang membantu. Kok mau enaknya saja di awal, begitu sudah jadi nasabah, malah dicuekin. Padahal sebagai agen, dia juga memperoleh fee juga ketika saya menjadi nasabah melalui dia. Saya benar-benar kecewa berat.

Lessons Learned

Namun tidak mau kekecewaan saya berlarut-larut, saya berusaha mengambil pelajaran dari pengalaman itu. Akhirnya saya fokus mempelajari karakteristik produk asuransi investasi yang banyak tersebar di internet. Saya akui, sewaktu mengambil dulu, saya hanya memikirkan rasa tenang bahwa saya sudah melakukan sesuatu untuk masa depan saya. Bahwa saya sudah menyisihkan dana secara periodik dan kelak saya akan memperoleh hasil yang diinginkan pada waktu dibutuhkan. Namun ternyata pengetahuan saya minim sekali mengenai karakteristik produk yang saya ambil serta proteksi dan fasilitas apa saja yang seharusnya saya dapatkan.

Saya juga menghubungi agen baru saya. Melalui telepon dia berusaha menerangkan fasilitas yang seharusnya saya terima dengan premi yang saya bayar dan jenis proteksi yang dulu saya ambil. Dia pun menawarkan untuk bertemu agar saya bisa mereview kembali seluruh isi polis agar saya dapat memperbaikinya supaya sesuai dengan keinginan saya.

Dari pengalaman tersebut, saya bisa membayangkan pekerjaan rumah besar yang dihadapi OJK untuk meningkatkan literasi keuangan masyarakat, khususnya indeks utilitas produk dan jasa asuransi di Indonesia. Perbaikan mendasar harus segera dilakukan, khususnya terkait kemudahan informasi, kapabilitas agen asuransi,  dan pelayanan pada nasabah.

Kemudahan Informasi

Ada dua aspek di sini, yaitu dalam hal informasi mudah diperoleh dan juga mudah dipahami. Setiap perusahaan asuransi memang menyediakan informasi mengenai produk-produknya melalui website. Namun masyarakat membutuhkan informasi dasar mengenai aspek-aspek asuransi, tidak terkecuali istilah-istilahnya yang sering membuat bingung orang awam. Pemerintah maupun Otoritas lebih tepat menyediakan informasi ini sehingga tidak bias dengan aspek bisnis industri. Akses terhadap informasi tersebut juga harus mudah dijangkau masyarakat dan menjadi bagian dari program edukasi finansial.

Saya tidak habis pikir mengapa polis asuransi ditulis dengan font yang sangat kecil. Font yang kecil membuat orang tidak nyaman membacanya. Saat ini sedang marak infografis, penyajian data dan informasi dalam bentuk gambar yang sangat informatif dan mudah dipahami. Pendekatan ini dapat digunakan untuk memberikan pemahaman awal mengenai beberapa ketentuan terkait asuransi.

Kapabilitas Agen Asuransi

Agen asuransi sebagai garis terdepan perusahaan asuransi perlu memiliki pengetahuan yang cukup dan memadai mengenai produk yang ditawarkannya, tidak hanya sekedar pandai merayu calon nasabah. Perusahaan asuransi dalam hal ini harus menjaga dan terus meningkatkan kualitas agennya. Sertifikasi agen asuransi diperlukan sebagai standar mutu. Untuk meningkatkan kualitas, perusahaan asuransi harus memfasilitasi pemberian pelatihan kepada para agennya.

Pelayanan pada Nasabah

Perusahaan asuransi jangan hanya berambisi mengejar target nasabah baru. Ambisi itu harus dijaga pula dalam hal menjaga kualitas layanan kepada nasabah. Pemerintah maupun Otoritas harus  menetapkan standar mutu layanan supaya nasabah terlindungi.

Banyak keluhan mengenai pembayaran klaim. Walaupun sudah ada standar operasi mengenai pengurusan klaim yang memang membutuhkan waktu, namun penting untuk mengkomunikasikannya dengan baik dan transparan kepada nasabah. Dengan demikian nasabah juga merasa diperhatikan kepentingannya dan tidak merasa sekedar dimanfaatkan oleh industri asuransi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun