Saya jadi berpikir ada beberapa kemungkinan dalam cerita itu. Pertama, pengemudi taksi itu tidak tahu tempat yang saya maksud dan asal menentukan harga. Aneh juga sih, sebab tempat yang saya tunjuk lumayan dekat, seharga argo taksi Rp 9.100. Kemungkinan kedua, dia hendak menempeleng saya sebab mengira saya tidak tahu daerah sekitar situ. Apalagi saya mengatakan berasal dari Jawa. Ketiga, pengemudi itu memang tidak tahu aturan.
Walau banyak yang menyarankan untuk naik taksi tanpa argo, sampai sekarang saya lebih nyaman menggunakan argo. Pertama, sesuai aturan. Semua yang sesuai aturan cenderung lebih mudah diselesaikan jika terjadi perkara, sebab sudah ada standard of procedure alias SOP-nya. Halah malah bahas SOP. Kedua, saya tidak terlalu pintar negosiasi. Saya tidak tegaan. Menawar sandal atau buah di pasar saja tidak tega kalau penjual sudah bilang tidak boleh. Karena itu saya tidak bakat dengan ketentuan harga yang tidak pasti. Ketiga, tentu saja seperti cerita di atas. Banyak pengemudi taksi tidak jelas dan menentukan tarif asal-asalan, apalagi jika ia tahu kita bukan orang yang familiar dengan tempat itu.
Itu salah satu cerita saya naik taksi. Cerita kamu bagaimana?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H