Mohon tunggu...
Handarbeni Hambegjani
Handarbeni Hambegjani Mohon Tunggu... -

press any key to continue ...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

'Ibu' Profesi yang Sudah Tidak Layak Dijadikan Cita-cita

16 Januari 2014   12:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:47 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya pastikan pemirsa sering mendengar atau membaca berita bayi ditemukan di tempat ini atau itu, sini sana, ditempat ana atau ani, kadang malah di saluran got atau tempat sampah. Biasa?

Bagi saya, ini adalah bukti terjebret, bahwa memang, terlah terjadi perubahan ideologi/mainstream pikir bagi sebagian masyarakat kita, yakni profesi Ibu sudah tidak di gandrungi lagi. Jadi, seperti pepatah melayu yang bilang, `Habis manis sepah dibuang`. Mau sexnya saja, tidak mau kelanjutannya. Dewasa ini, ternyata telah terjadi (kesetarann) dalam segala bidang. Hal demikian, bukan lagi maslaah hati, Ini adalah kesetaraan laki laki dan wanita, sehingga mereka pun sama (saja)!.

Kalau laki laki memang seolah tidak ada bekas. ya, itu hanya seolah, sebab segunung catatan amal buruk sudah menantinya, tinggal menghitung saldonya saja nanti. Sayangnya, bagi wanita, bekas itu jelas kentara dan terus membekas. Dan pasti membekas terus sampai akhir hayat hidup, selain juga `catatan` yang menantinya kelak.

Menjadi Ibu, profesi yang sudah tidak layak dijadikan cita-cita ini, yang sering kita lecehkan, aibkan, abal-abalkan, jelek jelekkan, dan lebih kita muliakan tentang pekerjaan, kesetaraan, tentang ke-kariran serta seterusnya, ternyata ketika mulai ditinggalkan, bukan karena tidak ada rewardnya! Jelas, ini sudah jauh di luar lingkaran materialisme.

Sebab, profesi ini memang membutuhkan spesialisme dan profesionalisme tingkat dewa dan harus di Update setiap saat.

Sehingga, saya pastikan para penggugat dunia Ibu, sudah barang pasti, memang mereka mereka bukan (lah) spesialist ataupun profesionalist dari Profesi Ibu ini, wajarlah menyuarakan suara sumbang.

Mau bukti yang paling mudah? cobalah buka group2 facebook yang bertema Ibu-anak-wanita. Maaf-tidak mempromosikan, diantaranya yang istri saya `demenin` adalah gruop TATC salah satunya. Bila kita ikut memperhatikan, dan ikuti setiap keluh kesah, sharing dan ungkapan berbagai tetek bengek yang ada, jelas menunjuukkan segala permasalah yang kadang tidak di habas di bangku kuliah S1 mereka, atau mundur sedikit, yakni di SMA, apalagi di SMP.

Jadi, selain memang secara mayor wanita wanti itu lebih banyak yang tidak memiliki korelasi pendidikan yang menunjang spesialitas di Profesi Ibu ini, memberikan sebuah analisa mengapa profesi ini memang ditinggalkan karena betul betul tidak mudah.

Oleh itulah tentang Profesi Ibu ini, tidak perlu saya tuliskan panjang lebar kali tinggi, tentang manisnya ajaran norma norma kamanusiaanyang ada. Sebab ini adalah berkatian dengan soal Pragmatis, praktikal, implementatif, ad hoc, dan terus yang sejenis yang lainnya.

Jadi, jelas, bukan persoalan teoritis !
Demikian Informasi ini dismpaiken, semoga menjadi Perhatian bagi kita bersama.

Sejak dini, Anak harus (diajari)Poligami

Ini catatan tentang Khilafah yang saya Setujui.

Cara ampuh me-merangi peran Bapak : mendobrak patriarki!

Sudah Blusukan koq Masih banjir, Orang Cerdas Layak nyalahkah Pak Gub.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun