Mohon tunggu...
Handaka Tania Tan Tjio
Handaka Tania Tan Tjio Mohon Tunggu... -

Pensiunan: HSBC Pekerjaan Sekarang: Akupunturis, Guru Kungfu/Taichi. Website: www.alamsemesta.net

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dialog Guru Taiji dengan Muridnya

24 Februari 2014   23:16 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:30 430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

DIALOG GURU TAIJI (TAICHI) DENGAN MURIDNYA.

Cerita atau dialog ini dibuat dengan tujuan untuk menjelaskan apa sebenarnya Taiji quan. (Pernah dimuat di majalah: Dhira Brata Edisi Desember 2013)

Pagi-pagi sekali diiringi kicauan burung, matahari baru saja pelan-pelan menampakan dirinya. Jalan ditepi sebuah danau kecil di  daerah Cikumpa, dekat Studio Alam TVRI. Danau kecil yang indah dan asri. Sayup-sayup masih terdengar suara jangkrik dari semak belukar yang ada di  tepinya.  Sepi dari kendaraan yang biasanya ramai berlalu-lalang. Hari itu adalah hari Minggu, hari libur.  Tampak beberapa orang sedang melakukan lari pagi atau jalan pagi dengan santai.  Beberapa orang sedang duduk terpaku ditepi danau memancing dengan sangat serius. Berulang-ulang menarik dan melempar tali pangcing ke tengah danau.  Nampak sebuah rakit dengan nelayan tua sedang menjala ikan sambil berkali-kali melemparkan jalanya ke air.

Ditempat yang agak terpencil dan lebih sepi seorang laki-laki paruh baya dan seorang pemuda sedang melakukan olah raga. Mereka berdua melakukan gerakan dengan sangat perlahan-lahan dan santai. Begitu menghayati menikmati apa yang mereka lakukan. Rupanya ketenangan dan keheningan, itulah yang sedang dinikmatinya.  Merasakan belaian angin pagi yang menghembus  halus menyentuh pipi. Bagai lengan seorang ibu membelai anaknya dengan penuh  kasih.

Selang beberapa saat terlihatan mereka selesai berlatih. Lelaki paruh baya, pakaian olah raganya berwarna hitam pudar dan sederhana. Dia menghampiri sebuah batu besar dibibir danau dan duduk disana.  Anak muda yang menemaninya baru berumur dua puluh tahunan, wajahnya yang tampan dan ceria serta kelihatan lugu membuat orang senang memandangnya. Dia duduk  di sebuah batu yang agak kecil disamping laki-laki paruh baya tersebut.

Mereka berdua berdiam diri memandang kearah danau seolah-olah sedang menghirup energy Alam Semesta. Tenang dan  bahagia menikmat suguhan Alam yang begitu indah,  merasakan kasih universal dari Sang Pencipta. Mereka merasa begitu kecil tak berarti bagai sebutir pasir ditepi pantai dihadapan Nya.

“Suhu, sudah sekian lama saya belajar Taiji quan ( baca:Taichi chuan), dapatkah suhu menjelaskan lagi apa yang mendasari dan apa makna dari Taiji quan sebenarnya?” Terdengar anak muda tadi memecahkan keheningan dengan mengajukan pertanyaan kepada laki-laki paru baya yang dipanggilnya suhu yang ternyata adalah gurunya.

Sang guru memandangnya sambil tersenyum dan menjawab: ”Satya muridku, apakah kamu sudah mulai bosan setelah sekian lama belajar Taiji quan? Sang guru berhenti berkata sambil menatap dalam-dalam, lalu melanjutkan penjelasannya.  “Hendaknya kamu mengerti,  belajar Taiji quan bukanlah untuk suatu periode saja tetapi belajar Taiji quan adalah untuk selama-lamanya. Selama kita masih sanggup belajar dan berlatih.”

Guru meneruskan penjelasannya sedang Satya mendengarkan dengan penuh perhatian.

“Sebagai orang yang mempelajari Tai ji quan penting sekali mempelajari filosofi Tao yang mendasari sikap mental setiap jurus Tai ji quanTaiji quan adalah salah satu aliran seni bela diri Wushu yang mengutamakan tenaga dalam .

Banyak ragam aliran dalam Taiji quan tetapi semuanya bersumber dari aliran Taiji quan marga Chen di desa pertanian Chen Jia Gou, He nan, China. Aliran yang lainnya yang sangat terkenal adalah aliran marga Yang. Yang Lu Zhan yang belajar Taiji quan dari marga Chen adalah cikal bakal dari Taiji quan marga Yang. Setelah Yang Lu Zhan maka Taiji quan berkembang menjadi banyak aliran lagi diantaranya yang terkenal adalah dari marga Wu, Hau dan Sun. Setiap aliran mempunyai ciri khas masing-masing tetapi tetap mengandung filosofi dasar yang sama yaitu ajaran Tao. Menurut cerita yang saya dengar dahulu berabad-abad yang lalu Taiji quan sebagai seni bela diri  pernah menguasai setengah daratan China.”

“Sebenarnya ajaran Tao itu bagaimana suhu?” Rupanya Satya tidak sabar ingin mendengar penjelasan lebih lanjut.

“Hehehe…sabar Satya, ajaran Tao sesungguhnya ajaran yang sangat tua dan mengandung pengertian yang sangat dalam.  Kali ini saya akan menjelaskannya secara singkat yang berhubungan dengan Taiji quan.”

Ajaran Tao adalah ajaran yang membabarkan kosmologi. Membabarkan hukum Alam. Taiji quan berusaha menerapkan setiap langkah, gerak dan sikap mental sesuai dengan hukum Alam.

Wuji ( baca wuchi) menggambarkan Alam Semesta masih dalam keadaan benar-benar kosong dan gelap.  Belum ada matahari, bintang-bintang, bumi, bulan, udara, guntur, air, begitu juga mahluk hidup dan tumbuh-tumbuhan.

Jadi Wuji berarti maha tiada atau sama sekali tiada.

“Ketiadaan” sesungguhnya masih mengandung “Ada” “Kosong” masih mengandung “Isi”.  Wuji melukiskan Alam Semesta ini masih benar-benar “KOS0NG”.

Taiji  melambangkan dimana Alam Semesta telah mencapai puncak kesempurnaan atau klimax hingga dari evolusinya telah sampai terwujudnya benda-benda dan mahluk hidup termasuk manusia seperti sekarang ini.

Tai ji berasal dari Wu ji.

Wu ji adalah ibu dari Yin  Yang (Negative dan Positive).

Dari kekosongan timbullah Yin Yang atau Tai ji.

Jadi Yin Yang adalah dasar dari Tai ji Quan. Dari tidak berbentuk menjadi berbentuk, dari berbentuk menjadi tidak berbentuk. Dari kosong  jadi berisi,  dari berisi berubah kembali menjadi kosong. Demikianlah terus menerus berubah dan berubah.

Waktu bergerak maka akan berkembang dan saatnya diam maka akan menyatu.

Wow, mungkin saya terlalu jauh membicarakan mengenai filosofi, lain hari saya akan coba menguraikannya lebih detail lagi. Sekarang mumpung masih pagi silahkan tanya yang lain lagi.

“Apakah suhu sudah berhasil menerapkan hukum alam dalam setiap jurus atau gerakan yang suhu jalankan?” Satya bertanya dengan penuh semangat.

“Hahaha…, dimana batasannya ‘berhasil’?” Sang Guru balik bertanya dan lalu berkata: ”Alam Semesta adalah maha besar dan maha kompleks, mungkinkah kita dapat dengan mudah memahaminya dan menerapkannya?”

“Meskipun kamu memanggil saya suhu tetapi sebenarnya kita adalah sama-sama sedang belajar. Sampai dimana tingkat pemahaman kita, sungguh sulit dijelaskan dengan kata-kata. Hanya diri kita sendiri yang tahu tingkat  keberhasilan kita.  Guru mengajar muridnya tetapi sebenarnya guru juga belajar dari muridnya. Paham?”

Satya hanya mengangguk-anggukan kepalanya, nampak  agak ragu-ragu. “Suhu, sebelum suhu menjelaskan lebih jauh, maukah suhu menjawab beberapa pertanyaan yang sering saya terima dari temana-teman”.

Guru:“Apa yang ingin kamu tanyakan?”

Satya: “Suhu, apakah ada batasan umur dalam mempelajari Taiji quan?  Apa manfaatnya? Apa Taiji quan dapat meningkatkan keseabaran.  Apa beda antara Qi gong ( baca: Chi kung) dengan Taiji quan ?  Seberapa efektifkah aplikasi Taiji quan dalam ilmu bela diri?

Guru memandang Satya dengan membesarkan bola matanya sambil tersenyum dan berkata:” Wah, banyak juga  pertanyaannya. Memang banyak orang yang tahu Taiji quan hanya sebagai senam pernapasan. Sesungguhnya Taiji quan jauh lebih luas dan dalam. Taiji quan adalah satu set dari Qi gong.”

“Dengan gerakannya yang luwes Taiji quan dapat dipelajari oleh siapa saja. Laki-laki atau perempuan. Tua muda, anak-anak atau orang yang sudah lanjut usia.

Taiji quan dapat menyehatkan tubuh. Taiji quan dapat digunakan sebagai seni bela diri dan juga dapat digunakan sebagai latihan spiritual karena Taiji quan adalah meditasi gerak.”

Sebenarnya ada sesuatu yang mengganggu pikiran Satya. Ia ragu-ragu tetapi dengan memberanikan diri ia bertanya: “Suhu, maaf sebagai anak muda saya ingin sekali tahu sedikit teori dasar bagaimana Taiji quan dapat di pakai untuk mengalah lawan? Bukankah latihannya dilakukan dengan releks dan pelan-pelan?”

Guru menjawab dengan serius tetapi tetap kelihatan santai:” Satya, sebagai anak muda, wajar bila kamu ingin menang dari lawanmu. Sesungguhnya Taiji quan bukanlah untuk mengalahkan lawan. Bila dalam pikiran kamu ada keinginan untuk menang sebenarnya sudah salah. Keinginan untuk menang berarti ego kita yang berperan  dan membuat kita tidak dapat menjadi Song atau releks sepenuhnya. Memang dalam Taiji quan ada latihan Tui shou atau saling mendorong tangan. Latihan mendorong itu bukan untuk menjatuhkan teman berlatih. Kita harus memperhatikan kedalam,  merasakan dan menyadari apakah diri kita sudah cukup Song atau releks. Bila releks kita dapat merasakan setiap dorongan atau tekanan dari teman berlatih dengan lebih jelas dan dapat merespon dengan baik.” Maka releks akan membuat kita menjadi lebih kuat.”

Satya kelihatan tidak sabar dan cepat-cepat bertanya lagi: ”Suhu, bagaimana menggunakan Taiji quan dalam ilmu bela diri?”

Guru:”Sebenarnya latihan untuk kesehatan, bela diri dan  spiritual/meditasi-gerak adalah sama. Dasarnya adalah sama yaitu latihan Song/releks dan kesadaran.”

Satya terlihat agak bingung, ingin bertanya lagi tetapi diurungkannya karena melihat guru mulai berkata lagi.

“Saya akan menjelaskan sedikit teori yang mungkin akan berguna. Teori ini dibabarkan oleh para sesepuh ahli Taiji quan.

Wu guo bu ji artinya bergerak jangan berlebihan dan jangan juga kekurangan.

Sui qu jiu shen artinya mengikuti lekukan adalah merentangkan, merentangkan adalah melengkungkan. Jadi bila lawan membengkok kita sesuaikan dan buatlah lawan lurus kembali.

Bila lawan keras maka saya akan melunak atau mengalah dengan mengikutinya. Ia bergerak cepat maka saya imbangi dengan cepat. Ia bergerak lambat saya imbangi dengan lambat dan saya akan dapat mengatasinya. Ini disebut Zhan lian nian Sui yang berati menempel, terangkai, merekat/lengket dan mengikuti.

Walaupun begitu banyak bentuk gerak dan perubahan tetapi prinsip dasarnya satu.  Yaitu kesadaran.

Satya agak bingung lalu ia bertanya: “Suhu, bagaimana kita dapat melatih kesadaran?”

Dengan sabar guru menjelaskan: ”Seperti sering saya jelaskan bahwa ketika kita berlatih seluruh tubuh kita haruslah di kendurkan atau releks sepenuhnya. Tubuh yang releks akan membuat pikiran menjadi tenang. Pikiran tenang maka akan membuat tubuh menjadi releks. Dengan gerak perlahan-lahan dan berkesinambungan kita perhatikan dan sadari apa yang sedang kita lakukan. Perhatikan dan sadari sensasi-sensasi yang kita alami. Perhatikan dan sadari juga emosi-emosi atau napsu-napsu yang mungkin timbul waktu sedang melakukan Taiji quan.  Pikiran jangan mengembara kemana-mana tetapi sadari dimana dan waktu sekarang. Demikianlah Taiji quan melatih kesadaran atau awareness. Tentu saja dengan kesadaran meningkat berarti kesabaran juga meningkat.

Dengan pikiran sadar atau Yi, bimbinglah Qi (baca: Chi) atau energy ke Dan Tian ( 1 inci di bawah pusar). Inilah yang disebut Qi chen dan tian,  Qi atau energy tenggelam ke Dan Tian.

Meningkatnya kesadaran, kepekaanpun meningkat berarti tenaga rasapun ( Ting jing) meningkat.

Berlatihlah dengan tekun dan terus menerus dalam jangka waktu yang lama maka perlahan-lahan kita akan memahami Jing atau tenaga dalam. Jing tanpa paksaan akan naik ke ubun-ubun atau Bai hui.

Dari proses pemahaman Jing maka kearifanpun dapat tercapai.

Ting jing secara hafiah berarti “tenaga dengar” tetapi yang dimaksud adalah tenaga rasa.

Dengan sentuhan pada lengan kita “mendengar” atau merasakan kekuatan lawan. Perubahan gerak lawan dengan kepekaan rasa kita memahaminya dan dapat menguasainya.

Zhi er bi rang artinya memahami dan menghindar.

Bila sisi kiri mendapat tekanan maka kosongkan sisi kiri, begitu juga lakukan hal yang sama bila sisi kanan mendapat tekanan, kosongkan sisi kanan.

Jika lawan berusaha mengangkat maka saya akan terlihat lebih tinggi. Bila lawan berusaha menekan kebawah maka saya terlihat lebih rendah.

Maju seakan-akan jarak sangat jauh, mundur seakan-akan jarak sangat dekat.

Yi yu bu neng jia, ying chong bu neng luo artinya

dalam merespon tekanan lawan kita harus menjaga keseimbangan.

Seberat bulu yang begitu ringanpun tidak dapat ditambahkan dan bagai lalat yang begitu kecil dan ringanpun tidak dapat hinggap.

Bila tekanan seberat lalat atau bulu maka kitapun harus merespon seberat apa yang kita terima. Jangan kurang dan jangan berlebihan.

Begitu banyak jenis seni bela diri dengan beaneka ragam jurus-jurus yang berbeda-beda tetapi sebagian besar dari mereka menganut perinsip “Yang kuat menindas yang lemah, yang cepat mengalahkan yang lambat”. Semuanya disebabkan oleh naluri kekuatan fisik dan bukan hasil dari latihan teknik yang baik.

Kita mengenal teknik Si liang po qian jin atau tenaga empat tail ( 4 ons ) menjebol seribu kati (500 kg). Teknik ini tidak menggunakan kekuatan untukmenguasai lawan. Saya pernah mendengar cerita  seorang kakek tua mengalahkan sekelompok pemuda. Apakah karena kecepatan dan kekuatan ?  Saya yakin bukan karena itu tetapi karena teknik yang tinggi seperti misalnya teknik Si liang po qian jin.

Satya mendengar penjelasan tadi, ia menjadi begitu bersemangat dan bertanya lagi. “Suhu, mengapa suhu menggunakan istilah seni beladiri Taiji quan dan bukan Ilmu beladiri Taiji quan?

Apakah Taiji quan merupakan seni bela diri terbaik?”

Guru bangun dari batu yang didudukinya, begitu juga Satya ikut berdiri dihadapan guru.  Dengan sangat serius terlihat guru berkata kepada Satya: “ Satya, jangan sembarangan berpikir bahwa “aku atau punyaku” adalah yang paling baik. Alam Semesta maha luas, gunung yang tinggi pasti ada yang lebih tinggi.  Di antara yang baik pasti ada yang lebih baik. Di antara yang kuat pasti ada yang lebih kuat. Tidak ada seni bela diri apapun yang terbaik semuanya tergantung dari manusianya. Tergantung seberapa serius dan kematangan dalam latihan dan pengalaman masing-masing.”

“Oh yah, mata-hari sudah tinggi mari kita pulang. Sambil berjalan guru menjelaskan satu pertanyaan lagi: “ Saya lebih suka mengunakan istilah seni-bela diri Taiji quan dari pada ilmu bela diri Taiji quan karena dalam latihan kita lebih banyak menggunakan rasa dan kesadaran”

Begitulah mereka pulang bersama.  Berjalan dengan santai menyongsong mata hari terbit yang sudah mulai meninggi.

Suhu Handaka Tania

01 Desember 2013

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun